
Spiritnesia.com, Oelamasi – Kasus dugaan Pemalsuan Ijazah oleh kepala Desa Kades YB di Desa Rabeka, Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang hingga saat ini masih dalam proses perlengkapan bukti. Ketua Divisi Investigasi Bantuan Hukum Bhayangkara Indonesia, (DIVIKUM BHINDO) Kota Kupang, minta Kepolisian untuk segera usut dan proses secara profesional.
Demikian disampaikan Ketua LBH Divikum Bhindo Kota Kupang Mikhael Tamonob, S. H. kepada tim media ini pada Selasa, 30/01/2024.
“Perkara Pidana dugaan Pemalsuan Ijazah ini telah dilaporkan sejak November Tahun 2022 lalu, dan terlapor telah ditetapkan sebagai Tersangka pada tanggal 7 Juli 2023, tetapi sampai dengan saat ini belum Disidangkan di Pengadilan, oleh sebab itu kami minta ketegasan dari Polres agar segera usut dan proses secara profesional,” tegas Mikhael.
Menurut Mikhael, Kasus Pemalsuan Ijasah ini masuk dalam Tindak Pidana Pemalsuan Surat karena didalamnya mengandung unsur ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang tampak dari luar seolah-olah benar adanya, tetapi sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.
“Pemalsuan ijazah merupakan bentuk tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang memuat ancaman pidana berupa pidana penjara selama-lamanya enam tahun,” pungkasnya.
Lanjut Mikhael menjelaskan, sementara kalau melihat dari Pasal 69 ayat (1) UU Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional mengatur bahwa setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp500 juta. Dan Pasal 42 ayat (4) UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyatakan Perseorangan, Organisasi, atau Penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak, dilarang memberikan ijazah. Kemudian Pasal 93 UU Pendidikan Tinggi menyatakan Perseorangan, Organisasi, atau Penyelenggara Pendidikan Tinggi yang melanggar Pasal 28 ayat (6), (7), dan Pasal 42 ayat (4) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda Rp. 1 miliar, jelas Ketua LBH Divikum Bhindo Kota Kupang itu.
“Melihat dalam pasal undang-undang itu sangat jelas. Oleh karena itu kita ingin menjaga saja sehingga tidak ada kekhawatiran dari masyarakat. Karena pihak Kepolisian sendiri waktu itu sudah melakukan penahanan terhadap tersangka, namun dilepas lagi,” ujarnya.
Ia menegaskan, agar dari pihak Kepolisian (Polres Kupang,red), dapat bertindak secara Profesional dan tidak memandang siapa pelaku tindak pidananya, tetapi siap memproses setiap pelanggar tindak pidana sesuai aturan hukum yang berlaku dan tersangka segera diadili di Pengadilan.
Lebih lanjut, Ia menerangkan bahwa, pada tanggal 24 Januari lalu, pihaknya telah mendatangi pihak Penyidik Polres Kupang untuk mengecek informasi terkait perkembangan kasus Pemalsuan Ijazah tersebut. Dan Penyidik Polres Kupang menyampaikan bahwa untuk sementara dalam proses dan berkas saat ini dalam tahap satu. Dan telah di kirim ke Kejaksaan.
“Katanya bahwa pihaknya sudah mengirim Berkas ke Kejaksaan. Namun, dari Kejaksaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi atau istilahnya P. 19,” ungkapnya ketika ditemui di ruang kerjanya pada Rabu, 24/01/2024.
Lebih lanjut kata Penyidik, berkas dikembalikan karena masih kurang alat bukti, sehingga berkas tersebut dikembalikan dan permintaan Kejaksaan agar kami (pihak kepolisian, red), melengkapi keterangan Saksi yang belum ada.
“Kami juga sudah bersurat 2 (dua) kali kepada saksi untuk datang memberikan keterangan tetapi saksi tersebut belum datang, sehingga dalam waktu dekat ini kami akan langsung pergi ke tempat saksi tersebut untuk mengambil keterangannya,” jelasnya. (MT/SN)