Proyek Jalan dan Jembatan Malinau Rp 153 Miliar, Wagub Kaltara Diduga Berbohong Saat Masih Jabat Bupati Malinau

Spiritnesia.com, MALINAU – Pengerjaan proyek APBD Kabupaten Malinau-Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) untuk jalan dan jembatan Jempolon Long Simau-Long Mekatip-Long Merang senilai Rp 153 Miliar Tahun Anggaran 2012-2016, diduga melanggar Undang-Undang Tentang Kehutanan. Alasanya, proyek tersebut sudah dikerjakan sebelum ada izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI). Bahkan terkait hal ini, Mantan Bupati Malinau-Kaltara, Dr. Yansen TP.,M.Si yang saat ini adalah Wakil Gubernur Provinsi Kaltara diduga (saat itu, red) melakukan pembohongan publik terkait izin dari KLHK.

Demikian informasi yang dihimpun wartawan tim media ini berdasarkan hasil investigasi lapangan Lembaga Pemantau Pembangunan Perbatasan Indonesia (LP3I) Kalimantan Utara beberapa pekan lalu.

“Karena pernyataan Bupati Malinau tentang izin KLHK sebagaimana melalui Akte Notaris Aswendi Kamuli, S.H (No 16 tertanggal 15 Juli 2013) dan Surat Pernyataannya (Surat Pernyatan Tidak Melakukan Kegiatan Lapangan Nomor: 02/P/III/2013) dinilai tidak benar dan tidak sesuai fakta pengerjaan proyek tersebut. Karena, jalan tersebut sudah dikerjakan sebelum pengajuan permohonan izin ke Menteri Kehutanan dan sebelum izin tersebut keluar. Buktinya, izin atau SK Menteri Kehutanan (KLHK) tersebut baru keluar ditahun 2016 (Nomor: SK.534/Menlhk/Setjen/PLA.0/7/2016),” tulis LP3I dalam dokumen temuannya.

Menurut LP3I, pelaksanaan pengerjaan proyek pembangunan Ruas Jalan dan Jembatan Jempolon-Long Simau-Long Mekatip-Long Berang Kabupaten Malinau-Kaltara sangat bertentangan dengan UU Nomor 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan. Proyek tersebut juga melanggar PP Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan dan Peraturan Menteri (Permen) Kehutanan Nomor P.18/MENHUT/2010 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan, Permen Kehutanan Nomor P.14/MENHUT/2013 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan, dan Permen Kehutanan Nomor P.16/MENHUT/2014 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan.

“Sebagaimana diketahui, pelanggaran terhadap UU Nomor 41 Tahun 1999 dapat dipidana denda Rp 1 Miliar hingga Rp 5 Miliar, dan pidana 3 bulan kurungan atau penjara. Sedangkan pelanggaran (membangkang, red) terhadap Permen Nomor 18, Nomor 14, dan Nomor 16 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Kehutanan, berakibat pidana penjara bagi pemimpin Perusahaan (Dirut) dan denda sejumlah uang dan penyitaan aset (alat kerja dan hasil hutan, red) akibat Tindakan pengrusakan hutan,” jelas LP3I.

LP3I dalam investigasnya menemukan, bahwa pembangunan Jalan dan Jembatan Jempolon Long Berang – Long Simau – Long Mekatip – dari segi letak geografis, ada dalam lingkup DAS/ Daerah Aliran Sungai, khususnya Kecamatan Mentarang Hulu dan dalam Kawasan Hutan dengan 3 kategori yaitu 1) Hutan Taman Nasional Kayan Mentarang/TNKM (WWF super visi Ibu Kristina Egenter), 2) Hutan dengan wilayah hutang lindung, 3) Hutan dengan wilayah Hutan Produksi Terbatas.

Tiga wilayah tersebut yang terdiri dari Long Berang Kanan Mudik/Sei Lebuton, batas bawah Sei Hulu Sungai Jempolon sampai desa Long Simau – ex desa Long Metuil adalah Hutan Lindung, sehingga Pembangunan Jalan dan Jembatan Jempolon – Long Simau – Long Mekatip – Long Berang oleh Dinas PUPR Kabupaten Malinau tahun 2012-2016 dan yang dikerjalan oleh PT. Kayang Lestari, mulai dari sungai Lebuton menuju Long Simau sepanjang (±) 22 KM masuk dalam wilayah Hutan Lindung Lebuton Long Metuil dengan tanda alam Gunung Bisaken. LP3I menyebutnya tanah adat Alm. Litun Pengeran/Pengeran Lagan).

Ketiga, sebut LP3I, Desa Long Berang Sei P’a Vuru – Sei P’a Barang masuk Sungai Lebuton, tanah adat milik Alm. Yagung Padan/Padang Pengeran dan masuk dalam wilayah Hutan Lindung Tanpa Izin Khusus Pinjam Pakai/Pelepasan Kawasan Hutan untuk pembangunan jalan. Oleh karena itu, Pemkab Malinau dianggap melakukan pelanggaran berat, karena tidak sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku.

Menurut LP3I, memperhatikan SK Mentri Kehutanan NOMOR : SK.534/Menlhk/Setjen/PLA.0/7/2016 tetang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Pembangunan Jalan Perbatasan dan Pedalaman di Kabupaten Malinau yang baru dikeluarkan/ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 2016, menunjukkan bahwa Pemkab Malinau sudah mengerjakan proyek tersebut sebelum ada izin yang dikeluarkan KLHK RI.

“Lebih jelas lagi dapat dilihat dalam Pernyataan Bupati Malinau saat itu bapak Dr. Yansen TP. M.si melalui Notaris Aswendi Kamuli, SH di Jakarta, Akta tanggal 15 Juli 2013 Nomor 16 – Pernyataan pada halaman 2, alinea 1, alinea 2, alinea 3. Selanjutnya Surat Menteri Kehutanan Nomor: S. 333/Menhut-VII/2014 tanggal 14 Agustus 2014, Perihal Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Jalan Perbatasan dan Pedalaman Kabupaten Malinau pada Kawasan Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi Terbatas (HTP) dan Hutan Produksi Tetap (HP) a.n Pemerintah Kabupaten Malinau di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara,” jelas LP3I.

Dari data dan dokumen yang ada, lanjut LP3I, terlihat jelas bahwa seluruh pekerjaan pembangunan jalan di Kabupaten Malinau sudah selesai dikerjakan pada TA 2012/2013 – TA 2013/2014, sebelum ada Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk pembangunan jalan yang dikeluarkan Mentri Kehutanan RI (sebelum SK Mentri Kehutanan NOMOR : SK.534/Menlhk/Setjen/PLA.0/7/2016 dikeluarkan Kementerian Kehutanan, red).

Mantan Bupati Malinau yang adalah Wakil Gubernur Kaltara saat ini, Dr. Yansen TP.M.Si yang dikonfirmasi media ini via pesan WhatsApp/WA dinomor WA 081 2-83 83 xxxx pada Minggu (06/08/2023) pukul 10.41 Wita terkait izin tersebut gagal terhubung, karena memblockir nomor kontak wartawan sejak Sabtu (05/08). Dihubungi lagi menggunakan nomor yang lain pada pukul 14.48 Wita berhasil terhubung, pesan konfirmasi wartawan dilihat dan dibaca Wagub Yansen, namun dirinya tidak menjawab. Beberapa saat kemudian, nomor wartawan langsung diblockir. Dr. Yansen terkesan menghindari konfirmasi wartawan.

Seperti diberitakan sebelumnya (05/08), LP3I dalam investigasinya menemukan, bahwa PT.Kayan Lestari diduga merugikan negara senilai Rp 75,6 Miliar dari total anggaran Rp 154 Miliar proyek pengerjaan 57 kilometer Ruas Jalan dan Jembatan Jempolon-Long Simau-Long Mekatip-Long Berang Kabupaten Malinau-Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) tahun 2012 hingga 2016. Alasannya, dari total 57 KM perencanaan pekerjaan, hanya 33 KM, sedangkan 24 KM tidak dikerjakan, karena pengusaha kontraktor tersebut diduga merubah volume kerja dari perencaan awal pengerjaan proyek tersebut.

“Dari 28 KM jalan yang dilewati/tidak dikerjakan itu, maka kami berkesimpulan, negara telah dirugikan ± Rp 154 Miliar dibagi 57 KM sama dengan Rp 2,7 Miliar dikalikan 24 KM = Rp 75,6 Miliar,” tulis LP3I.

Menurut LP3I Kaltara, proyek tersebut dikerjakan PT. Kayan Lestari tidak sesuai dengan perencanaan awal, yaitu ketentuan yang dibuat konsultan perencana. PT. Karya Lestari diduga merubah ukuran luas jalan (panjang kali lebar jalan) dengan tidak memulai pekerjaan dari titik KM 00+ Sungai Jempolon, tetapi mulai dari KM 11 Tadik jalan eks PT. Susukan Agung, yang saat ini masuk dalam jalan Poros Nasional Perbatasan menuju Krayan Kabupaten Nunukan. Akibatnya, ada 11 KM yang tidak turut dikerjakan Perusahaan tersebut. Dari KM 11 titik Tadik ini pula, PT. Kayan Lestari membuat titik ikat 00 menuju KM 23 yang diperkirakan panjangnya juga 12 KM. Jadi total yang tidak dikerjakan Perusahaan tersebut kurang lebih 24 KM dari ketentuan kontrak yaitu 57 KM.

“Tindakan perusahaan tersebut, mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 75.600.000.000. Sialnya, jalan yang dikerjakan tersebut hingga saat ini tidak pernah digunakan masyarakat, karena jalan tersebut bergelombang tajam 35 derajat dengan tingkat kemiringan 350/150 meter Dari Permukaan Laut. Kondisi jalan tersebut saat ini telah hancur dan telah ditumbuhi ilalang atau belukar,” beber LP3I.

Berikut, lanjut LP3I, pembangunan ruas jalan tersebut juga melanggar Undang-Undang Tentang Kehutanan, karena proyek tersebut ada di dalam Kawasan Hutan Lindung dan dikerjakan terlebih dahulu sebelum ada izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHJK) Republik Indonesia. (SN/tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *