Spiritnesia.com. Nagekeo mengharu-biru sejak ulah Kapolres AKBP Yudha Pranata membentuk sebuah organisasi (Group WhatsApp/WA, red) bernama Kaisar Hitam (KH) Destroyer. Group atau organisasi dipimpin langsung Yudha Pranata itu beranggotakan polisi dan sejumlah wartawan serta beberapa pengacara. Jumlah wartawan KH Destroyer sekitar enam orang. Setiap jumpa pers yang digelar Polres Nagekeo, hanya merekalah yang diundang.
Sebagaimana namanya “Destroyer” atau “Penghancur”, anggota grup ini sangat militan dan brutal bagai pasukan pemukul tak berperasaan. Siapa saja yang berdebat dengan mereka di grup WA dan di media sosial (medsos), akan dibikin cedera nama baiknya. Jurus maut yang mereka gunakan adalah merendahkan lawan dialog, menyerang pribadi, mengakumulasi semua hal yang dianggap melemahkan lawan diskusi, memaki dan meneror. Wartawan KH Destroyer juga aktif di berbagai group WA selain grup WA yang dipimpin Yudha Pranata. Mereka berusaha memenangkan dan memimpin opini pada setiap isu di mana Polres Nagekeo terlibat langsung. Pihak yang berbeda informasi dan oipini dikeroyok ramai-ramai. Jika mereka kalah, lawan diupayakan “out” dari grup WA yang mereka kuasai (menjadi admin, red).
Logo KH Destroyer yaitu tengkorak dan pisau belati dimaksudkan oleh pendiri dan pemimpinnya (AKBP Yudha Pranata, red) sebagai organisasi untuk membina wartawan. Entah dari mana “wasiatnya”, Kapolres merasa terpanggil untuk membina wartawan, sebuah profesi terhormat yang sudah memiliki organisasi, sistem kerja, dan sistem nilai sesuai UU Pers No 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Lewat Grup WA pimpinan Kapolres Yudha tersebut, para wartawan binaannya didoktrin. Berita yang benar hanya berita dengan narasumber Polres Nagekeo. Setiap terjadi kasus, informasi yang benar hanya dari satu sumber yakni Polres Nagekeo. Semua berita yang berbeda dengan berita versi Polres Nagekeo dinilai hoaks dan wartawannya dinilai wartawan tidak benar. Mengenakan seragam hitam dengan tulisan Kaisar Hitam, wartawan KH Destroyer tampak sangat percaya diri. Seragam KH Destroyer lebih membuat mereka bangga dibandingkan kartu pers.
Hajar Pendemo
Anggota group KH Destroyer rupanya tidak saja berupaya menguasai opini publik di media online dan WA serta medsos. Mereka juga turun ke jalan mengadang aksi demo sebagaimana yang terjadi pada Selasa (25/04/2023), saat para pendemo dari anggota GMNI sedang berorasi di halaman Polres Nagekeo. Saat itu datanglah dua orang beringas anggota KH Destroyer mengadang pendemo yang sedang berorasi.
Satu dari dua orang yang mengadang pendemo mengenakan helm dan topeng ala ninja. Ia adalah wartawan pemula walau usianya di atas 40 tahun. Ia memaki-maki pendemo dan mengatai anggota GMNI yang sedang berorasi dengan kata “monyet.” Berlagak seperti seorang anggota polisi, ia berteriak meminta pendemo menghentikan aksi, bahkan ia juga mempertanyakan izin atau legalitas dari para demo. Oknum tidak tahu malu itu menegaskan, aksi demo anggota GMNI tidak berizin. Diduga pria bertopeng itu berinisial GB. Ia yang sempat mencekik wartawan Fakta Hukum dari belakang saat sang wartawan sedang memotret pendemo.
Rekannya yang satu lagi tidak mengenakan topeng, ia juga diduga seorang wartawan lokal berisial SG. Ia memaki wartawan yang meliput aksi demo dan mengancam untuk memukul wartawan Fakta hukum bernama Petrus FB. Namun niatnya itu tidak kesampaian, karena para pemuda sipil yang berasal dari Aeramo, yang kebetulan sedang berada di lokasi tersebut langsung meleraikan. Kedua “polisi dadakan” itu bekerja sebagai wartawan dan menjadi andalan Grup KH Destroyer. Saat para pendemo bertemu Bos KH Destroyer yakni Kapolres Yudha Pranata, kedua wartawan tersebut hadir. Saat itu, salah satu oknum wartawan tersebut telah menanggalkan topengnya, sehingga jelas batang hidungnya.
Sementara itu, GMNI yang beranggotakan kurang lebih 30 personil (5 anggota GMNI dari Ngada dan 2 dari Ende, dan sisanya, dari GMNI Cabang Nagekeo). Tuntutan mereka saat itu antara lain: meminta agar Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. dan Kapolda NTT, Irjen Johanis Asadoma mencopot AKPB Yudha Pranata dari jabatan Kapolres Nagekeo, karena telah menjadi biang kegaduhan dan keterbelahan di Nagekeo. Mereka juga mengecam tindakan represif Kapolres Nagekeo terhadap wartawan di Nagekeo. Khususnya wartawan TribunFlores, Patrisius Meo Jawa.
Mereka juga mengkritisi penanganan kasus narkotika oleh Polres Nagekeo. Karena pelaku dilepas dan boleh kembali berdagang di Pasar Danga. Mereka menuntut agar barang bukti Narkotika tersebut perlu diumumkan kepada publik lewat media massa.
Mereka menuntut Polres Nagekeo segera melimpahkan berkas pemeriksaan tersangka kasus pemusnahan bangunan Pasar Danga ke Kejaksaan Negeri Ngada. Selain itu, menuntut Polres Nagekeo mengungkap kasus penemuan mayat di saluran irigasi Mbay, di Kelurahan Lape dan Lelurahan Danga.
Rekayasa Kasus
Kasus Pasar Danga diduga merupakan hasil rekayasa Kapolres Nagekeo untuk menjerat Bupati Nagekeo. Kasus ini lebih riuh di Grup WA dan sosmed serta media online daripada proses hukum itu sendiri. Oleh karena itu, GMNI dalam orasinya itu menilai kasus tersebut berjalan di tempat. Ketika kasus ini jalan di tempat, wartawan dan pengacara Grup KH Destroyer menulis dalam sejumlah versi: ‘Bupati Nagekeo Bakal Tersangka Kasus Pasar Danga’, ‘Bupati Nagekeo Diduga Korupsi Pasar Danga.’ Bahkan seorang pengacara yang juga seorang Calon Anggota Legislatif (Caleg) dan anggota KH Destroyer menulis di sebuah Grup WhatsApp: ‘Bupati Nagekeo Korupsi Kasus Pasar Danga.’
GMNI menilai, bahwa daripada terus-menerus memproduksi fitnah di medsos dan media online, lebih baik Kapolres Nagekeo itu fokus pada masalah tersebut. Segera memproses tiga tersangka dan membuktikan apakah benar ada tersangka keempat. Siapa yang mem-peti-es-kan kasus Pasar Danga? Ya, Kapolres Nagekeo! Jangan membiarkan kasus ini berlarut-larut dengan tujuan agar terus digoreng oleh para politisi dan komprador Kapolres.
Hemat penulis, masyarakat memang perlu mengetahui kelanjutan kasus narkotika dan berbagai kasus yang disebutkan oleh GMNI dalam aksi demo tersebut. Para pejuang keadilan juga perlu mendesak Polres Nagekeo menyelidiki kasus Gedung DPRD, Rumah Dinas bupati, dan Rumah Dinas Wakil Bupati yang mangkrak. Nilainya mencapai belasan miliar rupiah.
Aksi Pembungkaman
Pengadangan anggota GMNI yang berdemo dan kekerasan kepada wartawan yang meliput aksi demo melanggar: a) Deklarasi Universal HAM pasal 21 ayat (3), b)Pasal 28 UUD, c)TAP MPR No XVII/MPR/1998 tentang HAM, d) Resolusi Majelis Umum PBB 4/121 tentang Deklarasi Vienna, e) UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, f) Pasal 4 UU Pers No 40 Tahun 1999 yang menyebut, “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak. Lalu pasal 18 UU Pers No 40 Tahun 1999 bahwa, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah).
Kehadiran sipil di arena aksi demo GMNI seperti yang terjadi di halaman Polres Nagekeo pada Selasa (25/04/2023) merupakan kebijakan adu-domba sipil dengan sipil. Mengapa polisi membiarkan dua orang warga sipil itu bertindak sebagai polisi? Kehadiran KH Desttroyer di media sosial dan sejumlah media online binaan KH Destroyer serta di aksi demo untuk mengadang pendemo adalah sebuah aksi “pembungkaman” sistematis terhadap hak rakyat untuk menyatakan pendapat. Pembungaman yang dilakukan Kapolres Nagekeo, Yudha Pranata adalah melanggar HAM dan konstitusi. Karena membungkam hak menyatakan pendapat, sama saja dengan membunuh nurani masyarakat. Mengadang aksi demo para pemuda, sama dengan membunuh semangat kaum muda untuk membangun masa depannya.
Kita mendukung berbagai upaya untuk mencegah pemecah-belah di Nagekeo melalui KH Destroyer. Kapolres Nagekeo hendaknya bertindak sesuai dengan arus besar yang tengah bergulir secara nasional, yakni reformasi di tubuh Polri, agar institusi Polri kembali berwibawa dan bermartabat sebagai pengayom rakyat serta penegak hukum yang adil dan efektif.