Izhak Rihi Balik Tuding Bupati Nahak Alami ‘Bencana Bathin’

Spiritnesia.com, Kupang – Mantan Direktur Utama Bank NTT, Izhak Eduard Rihi, balik menuding Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, SH, MH sebagai seorang pemegang saham Seri A Bank NTT yang sedang mengalami ‘Bencana Bathin’.

Tudingan yang dilontarkan Izhak itu menanggapi pernyataan Bupati Nahak (seperti diberitakan berbagai media online sebelumnya, red) yang menuding pihak-pihak yang mengungkap kebobrokan di Bank NTT sebagai pihak yang mengalami ‘Bencana Bathin’. Izhak ditemui wartawan di bilangan Liliba, Kota Kupang, Sabtu (11/2/23).

“Ketika saya membaca berita tersebut sebenarnya saya tidak percaya kalau pernyataan ini keluar dari seorang Bupati, tetapi kalau berita ini benar, sangat saya sayangkan. Justru saya menilai, sepertinya Pak Bupati Nahak sebagai pemegang saham yang sedang mengalami ‘bencana bathin’,” ujar Izhak balik menuding.

Izhak menjelaskan, dirinya dan Pak Edy Ganggus sebagai korban serta keluarga mereka memang sempat mengalami shock saat dipecat secara sepihak. “Itu hal yang wajar dan manusiawi. Tapi tidak sampai mengalami ‘bencana bathin’ seperti tudingan Bupati Nahak,” ujarnya.

Izhak menduga Gugatan PMH yang sedang diproses di PN Kupang bisa mengganggu bathin Bupati Malaka. “Mengapa saya bilang begitu? Karena mungkin saja Pak Bupati sedang mengalami ‘bencana bathin’ karena menjadi Tergugat dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang saya ajukan di PN Kupang,”ujarnya.

Apalagi, lanjut Izhak, Bupati Nahak baru menjabat sejak 26 April 2021 sehingga tidak ikut dalam RUPS LB yang mencopot dirinya sebagai Dirut. “Pencopotan saya tidak ada dalam agenda RUPS LB. Target laba Rp 500 M tidak ada dalam rencana bisnis Bank NTT. Pencopotan saya tidak pernah dibahas dalam RUPS LB (karena RUPS LB membahas tentang masalah kredit macet Kancab Surabaya, red). Saya tidak pernah diminta pertanggungjawaban saya dalam RUPS LB. Target laba Rp 500 M hanya menjadi modus untuk mencopot saya.

Dengan demikian, papar Izhak, Bupati Nahak sesungguhnya tidak mengerti substansi persoalannya dan hanya mendengar sepihak dari bank NTT.

“Substansi persoalan sesungguhnya adalah bahwa Target Laba 500 M tidak juga diberikan kepada Direksi yang menggantikan saya? Kenapa hanya berlaku untuk saya? Kalau begitu target laba tersebut telah dipakai ‘membunuh’ karier saya dan merampas paksa jabatan saya sebagai Dirut pada waktu itu. Hal itu yang saya persoalkan. Kalau Bapak Bupati diperlakukan seperti itu, apakah Bapak bisa menerima?” ungkapnya.

Namun substansi persoalan tersebut, kata Izhak, tidak pernah dibicarakan oleh Bupati Nahak. “Tapi kalau Pak Bupati Nahak tidak merasa bersalah sedikit pun karena menuding kami sebagai pihak-pihak yang mengalami ‘bencana bathin’, itu yang saya bilang sepertinya Pak Bupati Nahak yang sedang mengalami bencana bathin,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Izhak, sepertinya Bupati Nahak tidak mampu memahami psikologi isteri-anak yang suami/bapaknya menjadi korban pemecatan sepihak. “Itu juga sebabnya mengapa saya bilang, sepertinya Pak Bupati yang sedang mengalami ‘bencana batin’ karena sepertinya bathin Pak Bupati tidak mampu lagi membedakan siapa yang menjadi korban? Siapa yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan? Siapa yang sedang berupaya menegakan hukum dan keadilan?” Siapa yang sedang membela bank NTT dari perbuatan yang diduga melawan hukum ini,” kritiknya.

Seharusnya, kata Izhak, Bupati Nahak sebagai seorang tokoh panutan masyarakat, harus lebih bijaksana dan jernih dalam melihat suatu permasalahan. “Tapi justru yang terjadi sebaliknya. Bupati Nahak melihat ini secara sepihak dan parsial menuding kami. Seharusnya khan dengar kami juga itu baru adil. Ini yang sangat saya sesalkan,” ujarnya sambil menggelengkan kepalanya.

Ia berharap, Bupati Nahak tidak mengalami ‘gangguan pandangan’ akan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. “Apalagi pak bupati seorang Doktor Ilmu Hukum yang ilmunya jauh lebih tinggi, tentunya lebih paham akan nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang sedang kami perjuangkan dalam proses hukum,” ungkapnya.

Izhak juga menegaskan kalau pihaknya tidak ingin/tidak sedang berpolemik tentang bank NTT. “Saya perlu tegaskan kepada Pak Bupati, bahwa kami tidak ingin atau tidak sedang berpolemik dengan Bank NTT dan pemegang saham. Tapi saya dan Pak Edy sedang mencari keadilan dan memperjuangkan hak-hak kami karena ditindas secara sewenang-wenang oleh para pemegang saham dan Dirut Bank NTT,” tegasnya.

Sebagai seorang Doktor hukum, kata Izhak, tentunya Bupati Nahak juga lebih paham bahwa proses hukum yang sedang diupayakan bukanlah upaya untuk berpolemik seperti yang dituduhkan.

“Melainkan untuk mendapatkan kepastian hukum. Bukankah proses hukum akan bermuara pada kepastian hukum?” ujarnya.

Menurut Izhak, kasus-kasus atau masalah yang diungkap dirinya, Pak Amos Corputy dan Pak Edy Ganggus dan kasus-kasus yang diangkat berbagai media bukan untuk menghancurkan bank NTT. “Tapi sebaliknya, untuk menyelamatkan bank NTT. Bagaimana mungkin kami ingin ‘merobohkan rumah’ yang telah kami besarkan dan telah membesarkan kami hingga menjadi Dirut dan Kakancab?” tandasnya Izhak mengajak semua pihak untuk memiliki etiket baik dan kerendahan hati, mengakui kesalahan dan berusaha memperbaiki diri dan keadaan.

“Mari kita saling menghargai dan saling menghormati. Tak usah ikut-ikutan nimbrung atau terpancing untuk komentar yang berlebihan di media. Mari kita sama-sama membesarkan bank NTT dengan cara-cara yang elegan dan bermartabat. Jangan sampai mengorbankan orang-orang bersih untuk menutupi kebobrokan yang kita buat,” ujarnya. (Sn/tim)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *