Ket. Sekretaris Jendral KPA, Dewi Kartika. (Dok. Istimewa)
Spiritbesia.com, Jakarta – Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendesak Panitia Khusus Penyelesaian Konflik Agraria (Pansus Penyelesaian Konflik Agraria) untuk segera bekerja dan mendorong Presiden Prabowo membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria Nasional (BPRAN).
Sekretaris Jendral KPA, Dewi Kartika, menyatakan bahwa Pansus harus segera melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan reforma agraria nasional, karena konflik agraria dan kekerasan di lapangan terus berlangsung.
“Kami mendesak Pansus untuk segera bekerja, karena konflik agraria dan kekerasan di lapangan terus berlangsung,” kata Dewi, pada Minggu, 16/11/2025.
KPA juga menagih komitmen Pansus untuk segera mendorong Presiden Prabowo membentuk BPRAN, karena lembaga ini sangat penting untuk memecah kebuntuan pelaksanaan reforma agraria nasional.
“BPRAN menjadi satu-satunya jalan untuk memecah kebuntuan pelaksanaan reforma agraria nasional karena bersifat otoritatif dan eksekutorial, berada langsung di bawah kepemimpinan Presiden,” jelas Dewi.
Ia menuturkan bahwa, KPA juga menyerahkan 851 Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) sebagai lokasi-lokasi yang segera diprioritaskan penyelesaian konflik dan pengakuan penuh hak atas tanah masyarakat melalui redistribusi tanah.
“Reforma agraria sejati merupakan sebuah keniscayaan yang harus dijalankan Presiden Prabowo RI jika ingin menghadirkan keadilan, mengentaskan kemiskinan, mencapai swasembada pangan, dan mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi,” tandasnya.
Lebih lanjut, Dewi menjelaskan, data KPA 2024 menunjukkan, 15 Provinsi episentrum konflik agraria merupakan provinsi-provinsi episentrum kemiskinan. Sebab konflik agraria akibat perampasan tanah dan penggusuran tanah-tanah masyarakat telah menghilangkan sumber penghidupan masyarakat.
Pihaknya juga mengingatkan DPR RI (pansus) dan Presiden untuk secara komprehensif menjawab sembilan tuntutan yang telah disampaikan pada peringatan hari tani lalu, sebagai jawaban dari 24 masalah struktural yang terjadi akibat 65 tahun Undang-Undang Pokok Agraria 1960 (UUPA 1960) tidak dijalankan.
