Opini: Apolinaris Naikteas
Spiritnesia.com, Kefamenanu – Sopi bukan sekedar minuman beralkohol, ia adalah bagian dari denyut kehidupan masyarakat TTU. Dalam setiap gelas sopi yang dituang dalam perayaan, upacara adat, atau sekedar pertemuan keseharian, tersimpan nilai-nilai kebersamaan, syukur kepada alam, penghargaan terhadap tradisi dan sumber penghidupan.
Namun, apa yang terjadi ketika sopi dianggap sebagai musuh? Razia yang dilakukan besar-besaran, seolah-olah sedang berperang melawan teroris, padahal ia adalah sumber penghasilan masyarakat. Dari setetes sopi, mereka bisa makan, sekolah, dan bahkan kuliah.
Disinilah kemiskinan rakyat perlahan diberantas. Hal ini sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat bahwa tradisi dan budaya lokal tidak bisa dipisahkan dari sistem ekonomi rakyat karena keduanya saling menopang kehidupan sosial masyarakat.
Menjadi anomali ketika produk minuman berlabel dibiarkan bebas di toko-toko modern, sementara sopi dianggap sebagai musuh. Di sini rakyat miskin ditindas karena tidak memiliki label, sementara korporasi dilindungi karena punya kuasa.
Menurut Arie Sujito, hukum di Indonesia seringkali berpihak pada kekuasaan dan modal, namun bukan pada keadilan sosial. Mereka berdalil menegakkan aturan, tetapi apakah harus mengorbankan rakyat kecil dan akankah ada peningkatan ekonomi ketika ia rampas dan dibasmi atau justru menambah kemiskinan?
Tentunya mereka lebih mudah berperang melawan sopi, namun lemah melawan kemiskinan. Tegas menindas rakyat, tapi lemah menghapus akar kemiskinan yang membuat rakyat bergantung pada setetes sopi.
Kebijakan ini mengindikasikan kinerja hukum, namun lupa penegakan hukum tanpa keadilan sosial hanyalah bentuk penindasan yang dilegalkan. Rakyat hanya minta keadilan, ketika sumber penghasilan mereka dianggap sebagai musuh di negerinya sendiri.
Bukan pelarangan total, namun legalisasi bertahap dan pemberdayaan. Membantu masyarakat pengrajin sopi mendapatkan ijin usaha mikro, pelatihan, dan label resmi. Ia bisa menjadi produk budaya bernilai ekonomi, bukan lagi dianggap barang haram yang harus dimusnahkan, tetapi mengangkat martabat ekonomi rakyat.
