
Spiritnesia.com, Soe – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Carateker Timor Tengah Selatan (TTS) melontarkan kritik keras terhadap Pemerintah Daerah (Pemda) TTS yang dinilai gagal mengelola keuangan daerah secara bertanggung jawab.
GMNI menilai bahwa kondisi fiskal daerah yang memburuk mencerminkan kegagalan Pemda dalam mengelola amanat penderitaan rakyat. Lonjakan belanja pegawai yang mencapai 50% dari total APBD menunjukkan pengkhianatan terhadap kepentingan rakyat.
Kecaman tersebut disampaikan menyusul laporan investigatif KLtvnews.com (19/10/2025) yang mengungkap bahwa membengkaknya belanja pegawai hingga membebani keuangan daerah.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Carateker GMNI TTS, Bensanu Asbanu, kepada awak media ini, Senin (20/10/2025) menilai bahwa kondisi fiskal daerah yang memburuk mencerminkan kegagalan Pemda dalam mengelola amanat penderitaan rakyat (Ampera).
“APBD seharusnya menjadi alat perjuangan untuk mensejahterakan kaum marhaen, kini telah dibajak dan tersandera oleh kepentingan birokrasi semata . Pemda TTS sedang menggali kuburnya sendiri,” tegas Bensanu.
Menurut GMNI, realitas fiskal TTS yang berat adalah bukti nyata hilangnya ruh kerakyatan dalam politik anggaran. GMNI menilai, lonjakan belanja pegawai yang menembus 50 persen dari total APBD menunjukkan pengkhianatan terhadap kepentingan rakyat.
Selain itu, GMNI menyebut penerimaan 11.494 ASN dan PPPK tanpa perencanaan matang sebagai “bom waktu fiskal” yang akan menjerumuskan daerah ke krisis. Dengan PAD hanya Rp 60 miliar dari target Rp 100 miliar, Pemda dinilai ugal-ugalan dalam kebijakan rekrutmen.
“Rekrutmen masif ini tidak berdasarkan analisis beban kerja, tetapi sarat dengan kepentingan politik dan populisme murahan,” ujar Bensanu.
GMNI juga menuding Pemda gagal menggali potensi pendapatan asli daerah (PAD), padahal TTS memiliki kekayaan alam dan pariwisata yang besar. Ketergantungan pada dana transfer pusat disebut sebagai bentuk “kemalasan intelektual” pemerintah daerah.
Lebih lanjut, GMNI menilai Pemda dan DPRD sama-sama lalai menjalankan fungsi pengawasan terhadap kebijakan fiskal. Surat Kementerian Keuangan S-62/PK/2025, yang menegaskan beban gaji 5.869 PPPK harus ditanggung APBD 2026, seharusnya menjadi peringatan keras, namun justru diabaikan.
Dalam pernyataan tersebut, GMNI TTS juga meluncurkan Tuntutan dan Masukan Strategis (Tri Sakti untuk APBD TTS), antara lain:
1. Moratorium Total Rekrutmen ASN/PPPK, termasuk pembatalan rencana rekrutmen 1.477 PPPK paruh waktu.
2. Audit Investigatif dan Rasionalisasi Belanja Birokrasi oleh DPRD dan BPK, serta pemangkasan anggaran seremonial dan tunjangan non-esensial.
3. Revolusi PAD melalui digitalisasi pajak, optimalisasi BUMD, dan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat.
4. Transparansi APBD, dengan membuka data anggaran secara online dan real-time.
5. Pengalihan TPP ASN untuk membayar gaji PPPK yang benar-benar dibutuhkan.
“Jika tidak ada langkah korektif yang berani, Pemda TTS akan tercatat sebagai rezim yang gagal menyejahterakan rakyatnya,” pungkas Bensanu.
GMNI TTS berkomitmen akan terus mengawal kebijakan fiskal daerah dan memastikan APBD kembali berpihak kepada rakyat, bukan birokrasi.