Spiritnesia.com, Kupang – Kejaksaan Negeri (Kejari) Oelamasi, Kabupaten Kupang – NTT diduga menetapkan DALR alias Lape sebagai salah satu tersangka kasus dugaan korupsi dana penyertaan modal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kupang senilai Rp 6,5 Miliar (tahun 2015-2016, red) ke Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Lontar Kupang tanpa memiliki bukti yang cukup, antara lain tanpa perhitungan kerugian negara dari BPK RI atau BPK NTT. Bahkan DALR bukan kontraktor pelaksana alias tidak pernah menandatangani kontrak kerja dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Hal ini terungkap dalam fakta persidangan Gugatan Pra Peradilan DALR terhadap penyidik Kejari Oelamasi pada Kamis (7/7/2022) di Pengadilan Negeri Oelamasi, Kabupaten Kupang. Sidang Pra Peradilan tersebut dipimpin oleh hakim tunggal Revan Timbul Hamongan Tambunan, SH tersebut menghadirkan Saksi Ahli dari Termohon (menghadirkan Jaksa Penyidik).
Seperti disaksikan Tim Media ini, Jaksa Penyidik yang dihadirkan dalam persidangan tersebut tidak dapat menunjukan hasil audit BPK RI atau BPKP NTT yang berwenang untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian negara.
Ketika ditanya Hakim Tambunan tentang bukti Laporan Hasil Pemeriksaan yang menunjukan adanya kerugian negara dalam proyek tersebut (yang dijadikan dasar penetapan tersangka terhadap DALR, red), sang Jaksa mengaku belum ada LHP yang menunjukan adanya kerugian negara. “Belum ada hasil auditnya,” ujar sang Jaksa.
Fakta lain yang terungkap dan mencengangkan dalam persidangan tersebut adalah Tersangka DALR tidak ada hubungan hukum alias tidak pernah menandatangani kontrak kerja dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek yang dibiayai dari dana penyertaan modal Pemkab Kupang tersebut.
Namun faktanya, Jaksa Kejari Oelamasi diduga secara sepihak telah menetapkan DALR sebagai tersangka. Padahal DALR hanyalah sebagai pekerja atau buruh yang melaksanakan pekerjaan di lapangan. DALR bukan penanggung jawab atau kontraktor pelaksana proyek tersebut.
Kuasa Hukum DALR, Dr. Yanto P. Ekon yang diwawancarai tim media ini usai persidangan mengatakan, kliennya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejari Oelamasi tanpa bukti dan fakta yang cukup kuat. “Harus ada unsur esensial dari yang disangkakan sehingga penyidik menetapkan seseorang sebagai tersangka, yakni harus ada unsur kerugian negara. Ini harus dibuktikan dengan hasil audit dari lembaga/instansi ataupun Pejabat yang berwenang melakukan Audit Keuangan Negara untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian negara,” tandasnya.
Yanto mempertanyakan profesionalisme Jaksa Penyidik Kejari Oelamasi yang tak mampu menunjukan hasil audit dari lembaga yang berwenang yang menunjukan adanya kerugian negara dalam pelaksanaan proyek tersebut. “Kan aneh, proyek ini dikerjakan pada Tahun Anggaran 2015 dan 2016, tapi kok sampai saat sidang Pra Peradilan saat ini, Jaksa Penyidik tidak bisa menghadirkan Bukti Audit pekerjaan dari BPK maupun BPKP?” ungkap Yanto, Doktor Hukum yang juga Dosen di Universitas Kristen Artha Wacana Kupang.
Menurut Yanto, sebelum penetapan kliennya penetapan tersangka, Jaksa Penyidik harus memiliki bukti permulaan berupa hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari instansi yang berwenang. “Pasal yang disangkakan kepada klien saya adalah Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor yang salah satu unsurnya adalah merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, menurut kami penetapan tersangka oleh penyidik kejaksaan tanpa didasari alat bukti mengenai kerugian keuangan negara yang bersifat pasti dan nyata jumlahnya,” tegasnya.
Oleh karena itu, sebagai Kuasa Hukum dari Pemohon Pra Peradilan, pihaknya akan menggunakan fakta persidangan hari tersebut sebagai dasar penyusunan Pledoi (pembelaan, red) di sidang berikutnya yang akan dilaksanakan pada hari Senin (11/07/2022). “Fakta persidangan hari ini, akan kami masukan dalam pledoi di sidang selanjutnya,” ujar Yanto.
Untuk diketahui DALR alias Lape ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh Kejaksaan Negeri Oelamasi, Kabupaten Kupang pada 27 April 2022 dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dana penyertaan modal dari Pemkab Kupang ke PDAM Tirta Lontar senilai Rp 6,5 Miliar pada tahun anggaran 2015 dan 2016. Padahal Proyek IKK Tarus tersebut telah di PHO (Purchasing Hand Over/Serah Terima I dan juga telah FHO (Finishing Hand Over/Serah Terima II) dan dinyatakan selesai 100% oleh Panitia PHO/FHO dari PDAM Tirta Lontar Kabupaten Kupang. Bahkan Proyek tahun 2015-2016 tersebut telah tercatat sebagai aset PDAM Tirta Lontar (sesuai LHP BPKP NTT tahun 2016 dan 2017).
Tersangka DALR sampai dengan sidang Pra Peradilan berlangsung, masih berada dalam Tahanan Polres Kupang, di Babau. Selain menahan tersangka, Kejari Oelamasi juga telah melakukan penyitaan 2 unit kendaraan roda 4 dan 1 kendaraan roda 2, serta sebidang tanah milik tersangka yang diperoleh tersangka dari hibah keluarga. Padahal 2 unit kendaraan dan tanah yang disita Kejari Oelamasi tersebut diperoleh sebelum tersangka DALR melaksanakan proyek tersebut.
“Kami merasa aneh dengan penyitaan kendaraan dan tanah tersebut, karena Mobil Toyota Inova yang disita diperoleh tahun 2014. Satu unit sepeda motor yang ikut disita perolehan tahun 2012. Sedangkan 1 unit Mobil Toyota New Fortuner perolehan tahun 2020,” ujarnya sambil meminta namanya tidak disebutkan.
Selain itu, Kejari Oelamasi juga telah menyita sebidang tanah di wilayah Oesapa Selatan. Tanah ini diperoleh dari hibah dari mama besar (kakak perempuan dari ibu kandung DALR) yang juga adalah Mama Sarani (saksi Ibu Baptis di Gereja) yang diberikan pada tahun 2020.
“Namun atas dasar itikad baik dan patuh kepada hukum, keluarga mempersilahkan dan mengizinkan penyidik Kejaksaan Negeri Kupang, menyita dan membawa aset milik DALR guna kepentingan penyidikan,” tuturnya. (SN/Tim)