
Oplus_0
Spiritnesia.com, Kupang – Aliansi Cipayung NTT, yang terdiri dari organisasi mahasiswa dan komunitas, kembali melayangkan ultimatum kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur, Melki Laka Lena, terkait kebijakan pembatasan penumpang kendaraan pick up. Kebijakan ini tertuang dalam edaran tertanggal 5 Juli 2025 dan menuai protes dari berbagai pihak.
Koordinator Umum Aliansi, Robyanto Tae, menegaskan bahwa pihaknya memberi tenggang waktu kepada Gubernur untuk membuka ruang dialog terbuka dengan rakyat kecil, terutama para sopir pick up, petani, nelayan, dan masyarakat pedesaan yang terdampak langsung oleh kebijakan tersebut. Jika tidak direspons, Aliansi memastikan akan menggelar aksi mogok massal selama satu minggu penuh di depan Kantor Gubernur NTT.
“Kami bukan hanya menolak, kami meminta Gubernur hadir untuk berdialog. Ini soal keberpihakan terhadap rakyat kecil, bukan sekadar angka dan aturan. Kalau dialog ditutup, kami buka jalan perjuangan baru: mogok massal,” tegas Robyanto.
Aliansi menilai bahwa pembatasan jumlah penumpang dalam kendaraan pick up menjadi maksimal lima orang tidak mempertimbangkan realitas sosial dan ekonomi masyarakat pedesaan. Menurut mereka, kendaraan pick up tidak hanya berfungsi sebagai alat angkut barang, melainkan menjadi satu-satunya moda transportasi warga desa ke pasar, ladang, dan kota.
“Sayur, buah, bahkan hasil laut yang kita beli di pasar-pasar di Kota Kupang itu dibawa dari desa pakai pick up. Lalu, bagaimana mungkin pemerintah menutup mata terhadap fakta ini?” ujar Robyanto.
Aliansi telah berupaya menjalin komunikasi dengan Dinas Perhubungan Provinsi NTT, namun hasilnya dianggap tidak memuaskan. Sejumlah pejabat teknis di Dinas Perhubungan disebut tidak dapat mengambil keputusan karena tunduk pada arahan Gubernur.
“Kami sudah audiens, tapi hanya diberi janji dan formalitas. Padahal yang kami minta hanya satu: revisi klausul pembatasan penumpang, agar tidak memukul rakyat bawah. Tapi sampai hari ini, nihil hasil,” tambah Robyanto.
Jika Gubernur tidak segera merespons permintaan audiens publik dari Aliansi, maka aksi akan naik ke tahap berikutnya. Robyanto menyebut rencana aksi mogok massal selama tujuh hari bukan sekadar simbolik, tetapi disiapkan secara sistematis. Beberapa komunitas sopir pick up di kabupaten sekitar Kupang pun mulai dikoordinasikan.
“Kami tidak akan diam ketika rakyat ditindas oleh kebijakan yang elitis. Gubernur harus turun ke bawah, bukan bersembunyi di balik surat edaran,” pungkasnya.