
Oplus_131072
Spiritnesia.com, Oelamasi – Pasangan suami-istri AT dan VST diduga menjadi korban Pemungutan Liar (Pungli) (denda adat ,red), oleh Pemerintah Desa Uiasa. Dugaan Pungli (denda adat), ini terjadi dalam acara Perkawinan Adat yang berlangsung pada 5 April 2024.
Hal ini disampaikan Penasihat Hukum Andrianus Un Abon, S.H kepada media melalui telpon selulernya pada, Jumat, 23/05/2025.
Kronologi Kasus
– Pasangan suami-istri AT dan VST mengikuti acara Perkawinan Adat di Desa Uiasa.
– Kades YSL memungut denda adat peminangan sebesar Rp 5.900.000, yang terdiri dari uang tunai Rp 3.000.000, 1 pasang sarung adat Semau (Rp 2.500.000), dan 1 pasang selempang adat Semau (Rp 400.000).
Dugaan Pungli/Denda Adat
Penasihat Hukum (PH) korban, Andrianus Un Abon, SH, menyebut bahwa Pemerintah Desa Uiasa tidak pernah melakukan sosialisasi atau penyuluhan tentang Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur tentang Perkawinan Adat. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa Perdes tersebut dibuat untuk kepentingan tertentu.
“Perdes yang katanya telah diatur dalam Pemerintah Desa Uiasa itu hanya dibuat untuk kepentingan tertentu saja. Dan Pungli yang dilakukan oleh YSL terhadap klien kami itu adalah sebuah tindakan melawan hukum dan tindakan kejahatan,” tegas Andrianus.
Tuntutan Korban
Pihak korban meminta Kades YSL untuk menjelaskan Perdes tersebut dan membawa bukti Perdes untuk klarifikasi. Jika tidak, maka korban akan melanjutkan kasus ini ke pihak berwajib (Polda NTT).
“Supaya lebih jelas, Pak Kades bawa itu Perdes dan menjelaskan kepada kami biar tidak ada salah paham. Kalau sampai tidak bisa membawa Perdes itu dan menjelaskan kepada kami, maka kami yakin Perdes itu dibuat atas kepentingan tertentu (pribadi, red) dan akan kami melanjutkan persoalan tersebut kepada pihak yang berwenang (Polda NTT, red),” ungkap Andrianus.
Kades YSL pada saat dikonfirmasi pada Sabtu, 24/05/2025, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi dan musyawarah terkait dengan dugaan pungli. Ia juga menyatakan bahwa Pemerintah Desa telah melakukan klarifikasi atas poin-poin tuntutan dari somasi yang diterima.
“Benar ada kejadian sekitar 3-4 bulan lalu, dan kami juga menerima surat somasi dari yang bersangkutan. Namun, kami telah mengirimkan bukti keputusan bersama dari 3 lembaga desa, yaitu Lembaga Pemangku Adat, Pemerintah Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta surat klarifikasi. Bahkan, saya telah mengadakan musyawarah khusus untuk membahas terkait somasi tersebut. Melalui musyawarah tersebut, kami juga telah mengirimkan surat klarifikasi atas poin-poin tuntutan dari somasi,” jelas Kades YSL.
Dengan demikian, Kades YSL membantah tuduhan bahwa Pemerintah Desa tidak melakukan sosialisasi dan klarifikasi terkait dengan Perdes tentang Perkawinan Adat. Ia menyatakan bahwa Pemerintah Desa telah melakukan upaya untuk menjelaskan dan klarifikasi terkait dengan Perdes tersebut. (Gusty)