
Melki Sonbai District Focal Point (DFP), Kabupaten TTU. (Dok. SN)
Spiritnesia.com, Kefamenanu – Bermimpi untuk membangun ekonomi masyarakat dari Desa, Yayasan Centrum Inisiatif Rakyat Mandiri (CIRMA), Nusa Tenggara Timur (NTT), siap membina 1.100 petani dan melakukan pendampingan intensif kepada petani kecil di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Hal ini dilakukan CIRMA untuk mendorong adopsi praktik pertanian regeneratif yang mengurangi emisi dan meningkatkan ketahanan lahan terhadap kekeringan.
Hal ini disampaikan Melki Sonbai selaku District Focal Point (DFP), Kabupaten TTU, kepada media ini pada saat ngobrol santai di Café Goeboek Kita Kefamenanu, pada, Sabtu, 09/08/2025.
“Kita sementara lagi membentuk 1.100 petani di Kabupaten TTU, dan ini adalah bentuk komitmen CIRMA untuk membangun ekonomi masyarakat dari Desa. Dengan mendorong adopsi praktik pertanian regeneratif ini, bisa menjadi solusi efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan ketahanan lahan. Petani regeneratif fokus pada kesehatan tanah, keanekaragaman hayati, dan pengelolaan sumber daya berkelanjutan,” jelas Melki.
Menurut Melki, petani yang selama ini bergulat dengan lahan kering, keterbatasan modal, dan akses pasar yang rapuh. CIRMA datang bukan sekadar memberi bantuan sekali waktu, melainkan mendampingi proses dari pemulihan tanah, pengelolaan air, hingga pemasaran panen hasil sehingga perubahan menjadi berkelanjutan.
“Kita siap mendukung transformasi pertanian skala kecil menjadi ujung tombak ekonomi hijau lokal, membuka peluang pembiayaan iklim, dan menguatkan ketahanan pangan bagi komunitas rentan,” pungkasnya.
Ia menjelaskan bahwa CIRMA mengoperasionalkan model 3A yakni: Attitude, Access, dan Aset yang dipandu dengan pendekatan live-in atau tinggal bersama keluarga petani selama periode pendampingan.
Attitude (Sikap): Mengubah cara pandang petani terhadap pertanian berkelanjutan. Perubahan sikap adalah fondasi; ketika petani percaya lahannya bisa pulih dan memberi hasil lebih baik, mereka akan membuka diri terhadap inovasi.
Access (Akses): Memfasilitasi akses ke pengetahuan teknis, bibit unggul, input pertanian berkelanjutan, pasar, dan jaringan mitra. Akses ini menjadi pintu masuk untuk meningkatkan produktivitas dan daya tawar.
Aset (Aset): Mengembangkan dan memperkuat aset yang dimiliki petani, baik yang berwujud (lahan, peralatan, modal) maupun tak berwujud (pengetahuan, keterampilan, jejaring).
“Fokus utama adalah membangun aset komunal melalui lembaga komunitas seperti Kelompok Tani. Kelompok ini menjadi wadah gerakan kolektif untuk mengatur produksi bersama, mengelola sarana bersama (irigasi, gudang, peralatan), serta meningkatkan posisi tawar dalam rantai nilai. Dengan kekuatan kolektif, petani dapat mengakses pasar yang lebih besar dan memanfaatkan peluang pembiayaan secara bersama-sama,” tambah Melki.