
Keterangan Foto: Ketua Pembina PADMA Indonesia, Gabriel Goa. (foto istimewa)
Spiritnesia.com, Kupang – Sanksi penempatan khusus (patsus) dan demosi terhadap Kompol Boyke A. Rawung dan Briptu Icha, dua mantan anggota pengawal pribadi (Walpri) mantan Kapolda NTT Irjen Pol Daniel Silitonga, S.H dinilai sangat memalukan, karena tindakan perselingkuhan (perzinahan, red) mereka masuk dalam kategori pelanggaran etik berat, dan seharusnya Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PDTH).
Demikian kritik Ketua Pembina PADMA Indonesia, Gabriel Goa dalam rilis tertulis yang diterima media ini pada Jumat, 17 Oktober 2025 menanggapi sanksi demosi Kompol Boyke dan Briptu Icha oleh Bidang Porpam Polda NTT.
“Seharusnya PDTH bukan hanya patsus atau demosi, karena sesuai Perkapolri Nomor 7 Tahun 2022, perselingkuhan atau perzinahan itu masuk kategori pelanggaran etik berat. Masa hanya demosi? Kebijakan Polda NTT ini sangat memalukan, dan akan semakin merusak citra lembaga Polri,” tulis Gabriel dalam nada geram.
Gabriel menjelaskan, posisi Boyke dan Icha sebagai mantan walpri Kapolda NTT menuntut mereka menjadi teladan disiplin dan moral bagi anggota lainnya.
“Sebagai Walpri, mereka dekat dengan pimpinan tertinggi Polda NTT. Kalau mereka berselingkuh, ditangkap dan diproses etik dengan hanya dihukum demosi, itu kebijakan yang tidak masuk akal,” ujarnya.
Ia juga menyoroti lemahnya penegakan kode etik di lingkungan Polda NTT dan meminta Kapolda Irjen Pol Rudy Darmoko meninjau kembali keputusan etik tersebut.
“Kok Kabid Propam dan Kapolda NTT seolah mentolerir perselingkuhan atau perzinahan anggota? Ini akan merusak citra lembaga Polri. Kami minta Kapolda tinjau kembali keputusan ini dan beri sanksi PDTH agar ada efek jera,” tegasnya.
Gabriel menambahkan, perbuatan Kompol Boyke dan Briptu Icha telah melanggar prinsip dalam Perkapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri, yang mewajibkan anggota menjaga kehormatan pribadi, kesetiaan kepada pasangan sah, serta perilaku bermoral.
“Kalau hanya dipatsus lalu nonjob, itu tidak memberi efek jera. Malah bisa jadi contoh buruk bagi anggota lain yang yakin kalau selingkuh pun hanya akan didemosi,” kritiknya.
PADMA Indonesia juga menuding adanya standar ganda dalam penegakan disiplin di internal Polda NTT.
“Jangan tegas terhadap anggota yang dianggap berseberangan, tapi lunak terhadap oknum yang dekat dengan petinggi Polda. Ini akan merusak upaya membangun kultur positif di Polri,” kata Gabriel.
Ia mencontohkan, sebelumnya dua anggota Polres Sikka dipecat karena tindakan asusila melalui video call, dan seorang anggota Lantas Polres Kupang Kota juga di-PDTH karena pelecehan terhadap pelajar.
“Kalau di kasus itu bisa PDTH, kenapa untuk Boyke dan Icha hanya demosi?” ujarnya heran.
Gabriel juga menyinggung kasus lain yang tengah ditangani Propam Polda NTT, yakni dugaan pelecehan seksual oleh AKP YK terhadap perempuan berinisial JVDB, yang menurutnya juga harus disanksi tegas dengan PDTH.
“Kami tidak punya konflik pribadi dengan siapa pun. Kami hanya menuntut penegakan hukum yang adil dan berintegritas. Jangan polisi berintegritas dihukum, sementara yang melanggar etika dilindungi hanya karena punya kedekatan dengan petinggi,” ujarnya.
Gabriel juga mengingatkan pentingnya penerapan sistem meritokrasi di Polda NTT agar jabatan strategis di tubuh Polda NTT diisi oleh anggota yang berkompeten dan berintegritas, bukan orang-orang yang pernah bermasalah secara etik.
“Jangan tempatkan pejabat bermasalah di posisi penting. Itu hanya akan memperburuk wajah dan kinerja kepolisian di NTT,” tegasnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda NTT Kombes Henry Novika Chandra yang dikonfirmasi Korantimor.com melalui pesan WhatsApp pada Jumat (17/10/2025) pukul 14:40 WITA belum memberikan tanggapan terkait alasan di balik sanksi ringan yang dijatuhkan kepada Kompol Boyke dan Briptu Icha, meski pesan konfirmasi wartawan telah dibaca.
Diberitakan sebelumnya (16/08), Kompol Boyke dan Briptu Icha, diduga terlibat dalam kasus perselingkuhan. Keduanya tertangkap seranjang di kamar salah satu hotel ternama di Kabupaten Sumba Tengah pada Jumat pagi, 8 Agustus 2025.
Informasi yang dihimpun tim media ini menyebutkan, keduanya berada di Sumba Tengah dalam rangka tugas mendampingi Wakapolda NTT yang sedang melakukan kunjungan kerja untuk meninjau lahan pembangunan Mapolres Sumba Tengah.
Sumber internal menyebut, Boyke berpindah ke kamar Icha pada malam hari, Kamis (7/8/2025), dan ditemukan masih bersama hingga pagi keesokan harinya. “Keduanya masih tertidur saat ditemukan,” ungkap sumber tersebut.
Peristiwa ini terungkap ketika rombongan pimpinan bersiap melanjutkan agenda kunjungan kerja, namun salah satu ajudan belum tampak hadir. Setelah dilakukan pengecekan, Boyke ditemukan berada di kamar Icha.
Kasus ini segera memicu reaksi publik setelah informasi tersebut menyebar luas di media sosial. Banyak warganet mengecam tindakan kedua anggota Polri itu karena dinilai mencoreng nama baik institusi kepolisian.
“Perbuatan seperti ini memalukan dan merusak citra Polri, apalagi dilakukan saat menjalankan tugas resmi,” tulis salah satu pengguna media sosial.
Ironisnya, dugaan perselingkuhan ini muncul di tengah sorotan publik terhadap sejumlah kasus asusila yang melibatkan oknum aparat kepolisian di NTT. Sebelumnya, mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma dan Kanit TPPO Ditreskrimum Polda NTT AKP YK juga terjerat kasus serupa dan kini sedang menjalani proses etik serta pidana.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Henry Novika Chandra mengaku belum memperoleh data lengkap terkait peristiwa tersebut.
“Kapan dan di mana, kami Humas masih belum punya data. Silakan konfirmasi ke Kabid Propam atau Kapolres,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Kamis (14/8/2025).
Meski demikian, isu dugaan perselingkuhan itu terus menjadi perbincangan publik. Salah satu aktivis perempuan NTT yang juga mantan anggota DPD RI sempat mengunggah kabar tersebut di media sosial, sekaligus mendesak Kapolda NTT Irjen Pol Rudi Darmoko untuk menindak tegas kedua oknum tersebut sesuai ketentuan hukum etik dan pidana.
Namun, pantauan Spiritnesia.com menunjukkan unggahan tersebut telah dihapus oleh sang mantan senator beberapa jam kemudian.