
Ignasius Abi korban Penikaman di Kecamatan Maulafa. (Dok istimewa)
Spiritnesia.com, Kupang – Keluarga korban penikaman di Kelurahan Belo, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, menuntut Kepolisian bertindak tegas dengan segera menahan pelaku.
Hal ini disampaikan Redempus Aprianto Abi selaku Kakak Korban kepada tim media ini pada, Selasa, 26/08/2025.
Peristiwa penikaman itu terjadi di Jalan Sukun 1, RT 013/RW 007, sekitar pukul 01.30 WITA. Berdasarkan laporan polisi dengan nomor LP/B/80/VII/2025/SPKT/POLSEK MAULAFA/POLRES KUPANG KOTA/POLDA NTT, pelaku diketahui berinisial Arisandereas Silopo alias Aris Sila.
Menurut kronologi yang disampaikan keluarga, insiden berawal ketika dua adik korban keluar untuk membeli rokok. Di tengah jalan, mereka dikejar oleh warga sekitar (akamsi, red) hingga ke lokasi sebuah acara. Saat upaya mediasi dilakukan oleh kedua pihak, diduga ada provokasi dari kelompok pelaku. Tanpa diduga, pelaku datang dari belakang sambil membawa senjata tajam dan langsung menikam korban, Ignasius Abi, mengenai rusuk bagian kiri dan menghancurkan sebagian organ lambung hingga harus menjalani operasi.
Redempus Aprianto Abi, Kakak korban sekaligus pelapor, mengaku kecewa terhadap Polsek Maulafa yang dinilai tidak serius dalam menangani laporan tersebut. Hingga kini, lebih dari satu bulan berlalu, pihak kepolisian belum juga melakukan penahanan terhadap pelaku.
“Kalau keadilan sangat sulit kami dapatkan di Polsek Maulafa, kami minta agar kasus ini dilimpahkan ke Polda NTT. Kami terus mendatangi kantor Polisi, tapi hanya mendapat alasan-alasan teknis,” ungkap Redempus.
Pihak keluarga menilai, sikap kepolisian yang membiarkan pelaku bebas berkeliaran merupakan bentuk pembiaran terhadap tindak kekerasan, serta menunjukkan kurangnya keberpihakan terhadap korban.
“Kita kecewa dengan lambannya penanganan kasus yang telah dilaporkan sejak 27 Juli 2025 lalu,” ungkapnya dengan nada kesal.
Ia menuturkan bahwa, saat ini Ignasius Abi sudah keluar dari rumah sakit, kondisinya masih dalam pemulihan. Keluarga pun harus menanggung beban biaya medis yang mencapai Rp32 juta, dengan cicilan rumah sakit sebesar Rp3 juta per bulan.
“Selain luka fisik, korban juga menderita secara psikis. Keluarga kami pun ikut terdampak secara ekonomi. Tapi yang paling menyakitkan adalah ketidakpastian hukum,” tambah Redempus.
Keluarga berharap pihak kepolisian tidak menutup mata dan segera menindaklanjuti kasus ini secara profesional.