Spiritnesia.Com, KUPANG – Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Propinsi NTT, diminta segera melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap PT.Yetti Dharmawan, karena diduga menggunakan material (galian C) tak berizin atau ilegal dalam pengerjaan proyek negara.
Permintaan itu disampaikan Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Advokat PERADI, Petrus Selestinus, S.H., MH dalam rilis tertulisnya, Selasa (29/02).
Petrus Selestinus menjelaskan, bahwa pengambilan material secara ilegal dilakukan oleh PT.Yetti Dharmawan di 8 (Delapan) dikuari/lokasi yang tersebar di 5 kecamatan yaitu kecamatan Detukeli, Kecamatan Detusoko, Kecamatan Wewaria, Kecamatan Ende Timur dan Kecamatan Maukaro guna menangani paket pekerjaan APBD I pinjaman daerah –PT. SMI tahun anggaran 2021 tanpa ada Izin Usaha Pertambangan, Operasi Produksi (IUP OP) dari Kementrian ESDM dan bertentangan dengan Undang-Undang Tentang Minerba.
Petrus Selestinus meminta kepada Dinas PUPR propinsi NTT dan PPK agar 5 (Lima)paket proyek yang dikerjakan oleh PT.Yeti Dharmawan group ini dihentikan sebab jika tetap terus dilaksanakan akan terkena dampak pidananya.
Agar tidak terkena dampak pidana lanjut Petrus, sesuai UU Nomor 4 tahun 2008 tentang Mineral dan Batubara pada pasal 161 disebutkan bahwa setiap orang,mulai penambang, penjual dan pemanfaat hasil pertambangan ilegal ada ketentuan pidananya.
Dirinya meminta kepada Dinas PUPR untuk tidak membiarkan perilaku kontraktor PT. Yeti Dharmawan untuk terus mencuri kekayaan negara, karena saat lelang itu, rekanan sudah disertakan pernyataan dari mana sumber material yang digunakan dengan izin kuari resmi yang memiliki IUP OP.
Akitivitas tambang ilegal yang dilakukan oleh sekelas PT.Yeti Dharmawan tersebut jelas merugikan negara dan menyebabkan kerusakan lingkungan,apalagi bahan galian yang diambil digunakan untuk kegiatan proyek yang dibiayai negara.
“ Kepala Dinas,bKabid Bina Marga dan PPK harus bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan dan alam yang dilakukan oleh PT.Yeti Dharmawan,karena ada aturan yang mengatur bagi seluruh kontraktor yang mengerjakan proyek pemerintah itu harus menggunakan material galian C yang memiliki perizinan,” jelasnya.
Petrus Selestinus mengungkapkan, saat mengajuhkan permohonan pencairan, seluruh rekanan termasuk PT.Yeti Dharmawan harus melampirkan bukti pembayaran pajak mineral, bukan logam dan juga melampirkan pernyataan yang menerangkan bahwa telah menggunakan bahan baku material dari penambang yang memiliki izin legal dari Kementrian ESDM.
Ia juga mengatakan, bukan hanya pihak PT.Yeti Dharmawan group bersama anak perusahaanya melanggar hukum tetapi pihak Dinas PUPR Propinsi NTT juga turut serta mendukung aksi penambangan liar itu, sehingga pihak dinas terkait harus memutuskan kontrak, karena menggunakan galian C ilegal.
PT.Yeti Dharmawan, kata Petrus Selestinus, terkesan begitu menampilkan arogansi terkait praktek tambang liar tanpa IUP OP dari Negera Republik Indonesia melalui Kementrian ESDM,sehingga pemerintah kabupaten Ende, Kapolda NTT Irjen Pol.Drs.Setyo Budyanto,S.H,M.H dan juga Gubernur NTT,Viktor Bungtilu Laiskodat, tidak berdaya menghadapi keserahkaan pengusahan ini dalam merusak alam dan lingkungan.
Oleh karena kegiatan tambang itu liar/ilegal, dirinya memastikan bahwa PT.Yeti Dharmawan tidak membayar pendapatan negara (penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak,seperti iuran tetap, reterbusi daerah,iuran pertambangan rakyat, dll) pendapatan yang menjadi hak daerah.
“PT.Yetti Dharmawan bebas membeli pasir batu dimana saja, asalkan membeli di tempat kuari atau galian C yang memiliki perizinan,” tegasnya.
Menurut Petrus, pemberitaan tentang aktivitas tambang ilegal oleh PT.Yeti Dharmawan di kabupaten Ende sudah viral dan masif media dengan tujuan agar menjadi perhatian pihak terkait. Namun fakta di lapangan kegiatan penambangan ilegal tersebut tetap eksis.
Petrus Selestinus berujar, ada alasan aparat dan pihak dinas PUPR Propinsi NTT melakukan pemutusan kontrak kerja dengan PT.Yeti Dharmawan.
Pertama, kegiatan penambangan untuk mengerjakan 5 paket pekerjaan APBD I dilakukan tanpa IUP OP dari Kementrian ESDM. Kedua, membabat kawasan hutan ,dan ketiga aktivitas tersebut dilakukan di sepanjang aliran sungai Loworea kecamatan Wewaria.
Sementara itu, secara terpisah mantan ketua DPRD Ende,Titus Tibo,S.H yang juga seorang advokat/ pengecara kepada tim media beberapa pekan lalu menegaskan bahwa ada 2 (dua) kasus yang dilakukan pihak PT.Yeti Dharmawan yaitu kasus pertama adalah melakukan pelanggaran administrasi (tidak ada izin dari kementrian ESDM), pelanggaran kedua, adalah tindak pidana tambang ilegal melanggar UU Minerba yang dilakukan oleh koorporasi.
“ Permintaan hasil RDP dengan Komisi sudah benar dari sisi admintrasi,tinggal ada LSM atau pihak Kepolisian melakukan upaya penyelidikan dalam rangka penegakan hukumnya”tulisnya melalui pesan WhatsApp.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Direktur PT.Yeti Dharmawan, Sony Indraputra melalui chanel Youtube Milinial Spirit, milik Yadin Puarake salah satu anggota DPRD Propinsi NTT, untuk tahun anggaran 2021 PT.Yetti Dharmawan group menangani beberapa paket APBD I pinjaman daerah –PT.SMI antara lain:
1. Pekat Rehabilitasi Ruas Jalan Wologai –Detukeli ( Pinjaman daerah –PT.SMI),Nilai kontrak : Rp. 7.505.505.000 (Tujuh miliar lima ratus lima juta lima ratus ribu rupiah) menggunakan PT.Kelimutu Permata Nusantara.
2. Rehabilitasi Ruas Jalan Kaburea (BTS.Kab) Maukaro-Nabe (Pinjaman Daerah–PT.SMI),nilai kontrak Rp.15.469.990.000 (Lima belas miliar empat ratus enam puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh rupiah) menggunakan PT. Yetty Dharmawan.
3. Rehabilitasi Ruas Jalan Nabe-Ranakolo (Pinjaman Daerah –PT.SMI),nilai kontrak Rp.2.781.900.000 ( Dua miliar tujuh ratus delapan puluh satu juta sembilan ratus ribu rupiah) menggunakan PT.Armida Raya.
4. Rehabilitasi ruas jalan Detusoko- Maurole,nilai kontrak Rp.20 Milyar.
5. Rehablitasi ruas jalan Ende –Nuabosi nilai kontrak Rp.1,9 Miliar. (SN/tim)