Kategori
Berita Daerah

Para Pemegang Saham Ditantang Mantan Dirut Bank NTT Untuk Laporkan Kredit Fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M ke APH

Spiritneisa.com, Kupang – Mantan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, IR siap diproses hukum dan ditangkap oleh Polda NTT, Kejati NTT dan KPK bila terbukti terlibat  kasus dugaan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 100 Milyar. Bahkan IR menantang para pemegang saham untuk membuat laporan resmi tentang kredit Fiktif PT. Budimas Pundinusa tersebut ke Aparat Penegak Hukum (APH), baik ke kepolisian, kejaksaan maupu KPK agar masalah tersebut menjadi terang benderang.

Demikian pernyataan resmi IR dalam rilis tertulis kepada tim media ini pada Sabtu (30/07/2022), menanggapi pernyataan pemegang saham seri B Bank NTT, Amos Corputy (29/07/22) yang mendesak APH segera menangkap IR selaku mantan Dirit bank NTT dan JJ selaku Komut BANK NTT terkait kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 Milyar.

“Saya siap diproses hukum, bila perlu tatangkap. Kalau Kepolisian, Kejaksaan atau KPK RI menemukan bukti keterlibatan saya dalam kasus kredit PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M.  Sebagai warga negara yang taat hukum,  tentu saya bersedia dan siap memberi keterangan kepada APH agar masalah ini bisa jadi terang benderang,” tulisnya.

Izak Rihi menjelaskan, dirinya mendukung niat para Pemegang Saham Bank NTT sesuai Pasal 62 dan Pasal 97 UU  Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT), untuk secara resmi  melaporkan dugaan tindak pidana perbankan dan atau dugaan tindakan pidana korupsi yang diduga dilakukan para pengurus Bank NTT dalam kasus kredit PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M.

“Pemegang saham jangan hanya bicara di media, silahkan laporkan saja kasus kredit PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M ke APH. Kalau memang saya terlibat, silahkan APH proses hukum dan tangkap saya,” tantangnya.

Tidak hanya itu, IR juga menantang para pemegang saham untuk  juga melaporkan kasus Pembelian MTN PT.  SNP Rp 50 M. “Kasus Pembayaran Honor  Komisaris Bank NTT sebagai Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah dan menjadi polemik di masyarakat serta diduga telah merugikan uang perusahaan/negara. Laporkan juga kasus-kasus lainnya di Bank NTT, antara lain kasus 669 kredit fiktif senilai Rp 13,4 M yang merupakan temuan OJK NTT,” tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya (29/07/22), Pemegang Saham Seri B PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTT, Amos Corputy meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menangkap dan memproses hukum Mantan Direktur Utama Bank NTT, IR dan Komisaris Utama (Komut) Bank NTT, JJ terkait kredit Fiktif Rp 100 Milyar hasil take over Bank NTT dari Bank Artha Graha untuk budidaya sapi bali.

Permintaan tersebut disampaikan Amos Corputy kepada tim media ini pada Jumat (29/07) terkait Kredit PT Budimas Pundinusa senilai Rp 100 Milyar. Menurut Corputy, Mantan Dirut IR dan Komut JJ adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam pencairan kredit PT. Budmas Pundinusa Rp 100 Milyar yang diduga fiktif.

“Saya sebagai salah satu pemegang saham Seri B mengharapkan agar Aparat Penegak Hukum, baik Kejaksaan maupun Kepolisian segera turun tangan. Segera tangkap dan periksa mantan Direktur Utama Bank NTT, IR sebagai pihak yang paling bertanggungjawab dan Saudara Komisaris Utama Bank NTT, JJ yang tugas utamanya bidang pengawasan,” tulis Amos Corputy terkait dugaan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M.

Corputy mempertanyakan pelaksanakan tugas pengawasan oleh Dewan Komisaris Bank NTT terhadap pemberian kredit Rp 100 M kepada PT. Budimas Pundinusa.

Corputy meminta para Pemegang Saham Bank NTT untuk mengambil tindakan dengan memberhentikan seluruh Dewan Komisaris karena tidak becus menjalankan tugasnya.

Investigasi Tim Media ini menemukan, PT. Budimas Pundinusa hanya menyetor bunga selama 6 bulan setelah mendapatkan kredit Rp 100 Milyar dari Bank NTT. Pengajuan Kredit Modal Kerja (KMK) baru untuk perdagangan rumput laut senilai Rp 30 Milyar, dinilai beresiko tinggi karena kredit sebelumnya (Rp 100 Milyar, red) berada Dalam Perhatian Khusus (Collect 2, red).

Penilaian tersebut terungkap dalam Pendapat Direktur Kepatuhan Bank NTT, Hilarius Minggu, tertanggal 27 November 2019 atas Permohonan Kredit Modal Kerja Perdagangan Rumput Laut senilai Rp 30 Milyar yang diajukan oleh Direktur PT. Budimas Pundinusa, Ir. Arudji Wahyono,

Menurut Minggu, Ir. Arudji Wahyono adalah debitur lama Bank NTT yang saat ini sementara menikmati pinjaman pada Bank NTT sebanyak 3 rekening (pinjaman, red), yakni 2 rekening untuk KMK (Kredit Modal Kerja, red) dan 1 rekening untuk KI (Kredit Investasi, red) dengan total plafond Rp 100 Milyar dan baki debet Rp 100 Milyar. Ketiga jenis kredit tersebut dalam kondisi Dalam Perhatian Khusus (kualitas 2) karena sejak kredit dicairkan, debitur hanya menyetor bunga.

Berdasarkan Investigas Tim Media ini, diduga ada rekayasa fiktif dalam pemberian kredit Rp 100 Milyar PT. Budimas Pundinusa dari Bank NTT. Oknum Direktur Bank Artha Graha, ISB diduga terlibat rekayasa pengajuan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 Milyar. Berdasarkan temuan tim audit internal Bank NTT (yang copiannya diperoleh Tim Media ini, red), agunan kredit yang diajukan PT. Budimas Pundinusa menggunakan 6 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama GEA, Ibu Kandung Direktur Bank Artha Graha, ISB.

Kredit tersebut diduga hanya menggunakan kedok ‘take over’ Bank NTT dari Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar. Karena PT. Budimas Pundinusa tidak pernah memiliki/memasukan kontrak kerja proyek di Kalimantan (sebagai dasar kredit di Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar, red). Diduga proyek tersebut hanya proyek fiktif alias kedok untuk mendapatkan kredit dari Bank NTT.

Usaha penggemukan dan antar pulau sapi yang diajukan sebagai dasar Kredit Modal Kerja PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 48 Milyar, diduga hanya kedok alias fiktif.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Media ini, PT. Budimas Pundinusa hanya pernah mengirim sekitar 54 ekor sapi ke Pulau Jawa. Dan hingga saat ini, perusahaan tersebut tidak melakukan penggemukan sapi dan tidak pernah mengirimkan sapi ke luar NTT.

Lokasi Usaha budidaya ternak sapi yang dimiliki PT. Budimas Pundinusa juga fiktif. Padahal Bank NTT telah memberikan kredit investasi senilai Rp 20 Milyar untuk pengadaan/pembangunan ranch sapi di lokasi tersebut. Berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi ranch sapi tersebut sebelumnya milik PT. Bumi Tirtha.

Anehnya, setelah kredit Rp 100 Milyar tersebut dicairkan (termasuk kredit investasi Rp 20 Milyar, red). Ranch sapi tersebut berganti kembali kepemilikannya ke pemilik sebelumnya, yakni PT. Bumi Tirtha. Sekitar 1 tahun kemudian, lokasi milik PT. Bumi Tirtha ini sempat dikunjungi Menteri Pertanian dan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Namun berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi tersebut kini telah berganti lagi ke yayasan tertentu, milik EG.

Setelah pencairan kredit fiktir Rp 100 Milyar tersebut, PT. Budimas hanya mengangsur selama 6 bulan. Berdasarkan surat penagihan yang ditandatangani Direktur Kredit Bank NTT, Absalom Sine kepada PT. Budimas Pundinusa pada Desember 2019, terungkap bahwa perusahaan tersebut hanya mengangsur selama 6 bulan dengan nilai sekitar Rp 10 Milyar. Namun ternyata, angsuran tersebut bukan angsuran pokok tap hanya bunga kredit. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah Nasional

Ada ‘Cinta Remaja Labil’ Antara Komisi III DPRD NTT dan Bank NTT

Spiritnesia.com, Jakarta – Aliansi NTT Bergerak yang terdiri dari sejumlah organisasi pegiat anti korupsi, yakni BENTARA (Benteng Merdeka Nusantara, GRAK (Gerakan Republik Anti Korupsi), FORMADDA NTT (Forum Pemuda Penggerak Perdamaian dan keadilan NTT), JAPAK Indonesia (Jaringan Advokasi Pembela Aktivis Kriminalisasi Penguasa Indonesia), Perhimpunan Pengacara NTT Jakarta, AMANAT INDONESIA (Anak Muda Lamaholot Indonesia) menilai sikap Komisi III DPRD NTT dan Bank NTT akhir-akhir ini ibarat Drama Cinta Remaja Labil. Komisi III DPRD NTT memarahi Bank NTT karena dinilai bandel dan tidak menghadiri Rapat Banmus (Badan Musyawarah) DPRD NTT, tetapi kemudian malah menghadiri peresmian kantor Bank NTT Cabang Pembantu (Capem) Kantor Gubernur NTT dan memuji program Bank NTT.

Demikian dikatakan Koordinator Aliansi NTT Bergerak, Yohanes Hegon Kelen dalam rilis tertulis kepada tim media ini pada Selasa (19/07/2022), menyoroti sikap Komisi III DPRD NTT terhadap Bank NTT.

“Kali lalu Komisi III DPRD NTT marahi Bank NTT karena tidak hadiri rapat Banmus. Lucunya hari ini (18/07) Komisi III DPRD NTT melalui pak Yonas Salean hadiri acara bank NTT dan puji program terobosan Bank NTT. Hubungan keduanya (Komisi III DPRD NTT dan Bank NTT, red) belakangan ini ibarat drama cinta remaja labil. Marah tapi sebenarnya cinta. Tidak diperhatikan alias dicueki, ngambek dan marah. Diberi perhatian dikit, hilang marahnya dan senang hingga puji pasangannya di tetangga (media, red). Lucu dan geli lihatnya,” tulisnya.

Menurut Yohanes Hegon Kelen, kehadiran Ketua Komisi III DPRD NTT, Yonas Salean dalam peresmian kantor Bank NTT Cabang Pembantu (Capem) Kantor Gubernur NTT dan pujian atas program Bank NTT (Senin, 18 Juli 2022) menimbulkan tanda tanya publik. Karena hal itu menunjukkan inkonsistensi sikap tegas dan keseriusan Komisi III DPRD NTT mengawasi bank NTT di tengah berbagai kasus dugaan korupsi yang melilit Bank NTT saat ini.

“Kalau marahi Pimpinan Bank NTT dan jajarannya yang tidak hadiri rapat Banmus dan yang tidak anggap Komisi III DPRD NTT, ya seharusnya Ketua Komisi III DPRD NTT juga tidak perlu hadiri acara Bank NTT hingga puja-puji Bank NTT. Konsisten dong!Jangan Cinta tapi bilang benci. Apakah sesudah pujian pak Yonas, Komisi III DPRD NTT masih akan serius awasi kasus-kasus Bank NTT atau tidak? Publik pun ragu,” ujarnya sinis.

Lebih lanjut, Hegon Kelen berpandangan, bahwa drama Komisi III DPRD NTT dan bank NTT tersebut dapat menimbulkan keraguan dan menurunnya trust publik NTT akan keseriusan Komisi III DPRD mendorong penegakan hukum atas kasus-kasus dugaan korupsi di bank NTT.

Beberapa kasus tersebut antara lain: Kasus Kerugian Negara akibat pembelian MTN Rp 50 Miller dari PT. SNP, Kasus Kredit Fiktif Rp 100 Milyar PT. Budimas Pundinusa, Kredit Macet Bank NTT Cabang Surabaya Rp 126,5 Milyar, Kasus Kredit Fiktif Bank NTT Cabang Waingapu Rp 2,9 Milyar,dan sejumlah kasus lain di Bank NTT yang jadi perhatian Aparat Penegak Hukum hari ini.

“Jadi rakyat NTT tidak dapat berharap banyak pada komitmen DPRD NTT untuk bersama masyarakat NTT mengawal deretan kasus-kasus dugaan Korupsi di Bank NTT, yang saat ini sedang ditangani Aparat Penegak Hukum,” kritiknya.

Sikap Komisi III DPRD NTT, lanjut Koordinator Aliansi NTT Bergerak itu, mengendorkan semangat perjuangan pegiat anti korupsi dan insan pers yang bertaruh nyawa menyorot dugaan korupsi di bank NTT dan Badan Usaha Milik Daerah NTT lainnya.

Hal tersebut, lanjutnya, menggambarkan bahwa upaya pegiat anti korupsi dan pers dalam mengungkap dugaan korupsi dan termasuk praktek premanisme menghadapi tantangan serius. Karena bagian pilar yang seharusnya mengawal proses penegakan hukum terkait dugaan korupsi diduga telah menjadi satu bagian dari praktek kejahatan.

Koordinator Aliansi NTT Bergerak meminta Masyarakat NTT untuk terus mengawasi proses penyelesaian sejumlah kasus dugaan Korupsi dan Premanisme serta ‘sandiwara’ oknum Pejabat Publik yang sesungguhnya ingin ‘membungkam’ teriakan dan jeritan rakyat terhadap ketidakadilan dan kebenaran akibat korupsi dan premanisme di NTT.

“Sikap DPRD NTT melalui Komisi III telah menimbulkan tanda tanya besar. Sandiwara ini setidaknya telah ‘makan korban’ uang negara dan rakyat dan kemiskinan ekstrim rakyat belum terselesaikan,” ujarnya lagi.

Hegon Kelen mengajak masyarakat tetap berpikir positif akan penegakan keadilan dan kebenaran serta hukum terus berjalan di tengah ‘sandiwara’ politik yang cukup menarik kecurigaan publik tentang dugaan adanya ‘main mata’ dibalik proses penegakan hukum terhadap kasus-kasus tersebut. Semoga ini hanya dugaan yang tidak benar. Tetapi perlu diingat, bahwa negara dan rakyat tidak akan pernah kalah dengan korupsi dan premanisme,” tutupnya.

Ketua Komisi III DPRD NTT, Yonas Salean dikonfirmasi tim media ini via pesan WhatsApp/WA pada Pukul 18.30 Wita hingga berita ini diturunkan belum menjawab. (SN/Tim)

Kategori
Berita Daerah

Tak Hadiri Rapat Banmus KOMISI III DPRD, Bank NTT Dinilai Bandel

Spiritnesia.com, Kupang – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Timur (NTT) Manila Pimpinan Bank NTT (Dirut Bank NTT, Aleks Riwu Kaho dan jajarannya, red) bandel alias tidak mau diatur, karena tidak hadir atau mangkir dari panggilan pertemuan dengan Komisi III DPRD NTT.

Demikian disampaikan Wakil Ketua DPRD NTT dalam rapat Banmus yang berlangsung di Ruang Kelimutu, Gedung DPRD NTT pada Jumat, 15/7/2022.

“Saya minta Pak Sekda tolong paksa itu Bank NTT hadir di Komisi III, karena Bank NTT seperti tidak mau diatur oleh komisi (bandel, red). Minta uang mau, dipanggil tidak mau,” tegasnya.

Menurutnya, ketidakhadiran pimpinan Bank NTT dalam rapat tersebut tanpa disertai informasi alasan, entah berhalangan dan lupa memberi tahu atau sengaja tidak hadir, karena beranggapan bahwa rapat Banmus tidak penting dan DPRD juga tidak dianggap.

Ince Sayuna berharap, saat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2023, Sekda NTT dapat menghadirkan Bank NTT. Terutama ke depan dalam rapat Komisi III.

Hal yang sama disampaikan Ketua Komisi III DPRD NTT, Jonas Salean. Ia menilai Bank NTT sudah dua (2) kali mangkir dari panggilan DPRD. Ia menyayangkan sikap pimpinan Bank NTT, Aleks Riwu Kaho yang dinilai bandel dan tidak menghargai DPRD NTT sebagai lembaga mitra.

“Kita bersurat panggil mereka melalui Gubernur NTT. Pimpinan bersurat ke Gubernur untuk hadirkan mereka sesuai dengan jadwal Banmus. Dua kali mereka tidak datang. Tidak ada tanggapan juga. Iya, ‘kan Banmus sudah tetapkan jadwal, tetapi mereka tidak datang tanpa berita,” tegasnya.

Yonas Salean berharap, Pemprov NTT yakni Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) menghadirkan Bank NTT dalam rapat Komisi III ke depan. (Sn/metrobuana/tim)

Kategori
Berita Daerah Kriminal

Padma Indonesia Minta Polresta Kupang Periksa Pejabat Bank NTT Terkait Kasus Percobaan Pembunuhan Wartawan

Spiritnesia.com, Jakarta – Lembaga Hukum dan Hak Asasi Manusia PADMA Indonesia (Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia) meminta Penyidik Polres Kupang Kota (Polresta) memanggil dan memeriksa sejumlah pejabat di Bank NTT yakni Kepala Divisi (Kadiv) Perencanaan & Corporate Secretary, EW dan Dirut Bank NTT, HARK terkait kasus percobaan pembunuhan wartawan dan Pemred media online Suara Flobamora.Com, Fabianus Latuan. Karena diduga kasus percobaan pembunuhan tersebut ada kaitannya dengan getolnya pemberitaan kasus dugaan korupsi di bank NTT oleh Fabianus Latuan dan rekan-rekannya.

Hal ini disampaikan Ketua Dewan Pembina PADMA Indonesia, Gabriel Goa dalam rilis tertulis yang diterima tim media ini pada Sabtu (02/07/2022) berkaitan dengan terkuaknya Surat Tugas kepada Martois Dainol Tamano dkk sebagai Koordinator Debt Colector (penagih hutang, red) resmi Bank NTT.

“Kami minta Penyidik Polresta Kupang memanggil dan memeriksa para pejabat Bank NTT terkait Surat Tugas yang diberikan kepada Martois Tamano (sebagai Koordinator/Ketua Kolektor, red). Karena Martois dan 5 orang rekannya (sebagai anggota Debt Colector, red) adalah tersangka yang telah ditangkap sebagai pelaku percobaan pembunuhan terhadap wartawan Fabianus Latuan,” tandas aktivis yang akrab disapa Gab Goa.

Menurutnya, siapapun bisa menduga bahwa percobaan pembunuhan itu ada kaitannya dengan Bank NTT, karena korban dan rekan-rekannya diketahui getol menulis berbagai kasus dugaan korupsi di Bank NTT. “Oleh karena itu, agar tidak berkembang opini liar di masyarakat maka kami minta polisi (Polresta Kupang, red) panggil dan periksa pejabat terkait di bank NTT. Karena bisa diduga aktor intelektualnya juga ada di bank NTT,” jelasnya,” tegas Gab Goa.

Menurutnya, Surat Tugas kepada Martois dan kawan-kawannya yang ditandatangani Kadiv Perencanaan & Corporate Secretary Bank NTT, Endry Wardono untuk menagih hutang kepada para debitur macet Bank NTT dapat menjadi dasar pemanggilan dan pemeriksaan kepada para pejabat Bank NTT. “Para tersangka itu ditugaskan secara resmi oleh manajemen Bank NTT. Dan sudah pasti para preman tersebut mendapat gaji/honor atau fee penagihan dari Bank NTT. Sudah pasti Martois dkk akan patuh pada perintah pihak yang memberi tugas,” ujar Gab Goa.

Oleh karena itu, lanjutnya, fakta bahwa status Martois dkk sebagai debt colector resmi Bank NTT perlu didalami oleh penyidik Polresta Kupang. “Apakah selain menjalankan tugas penagihan, mereka juga mendapat/tidak perintah dari oknum di Bank NTT untuk mengeksekusi Fabianus Latuan” jelas Gab Goa.

Gabrial Goa juga mengungkapkan, ada keganjilan yang menjadi tanda tanya publik yaitu soal wewenang Kadiv Perencanaan & Corporate Secretary Bank NTT, Endry Wardono terkait Surat Tugas kepada Martois sebagai Koordinator Kolektor dan anggotanya. “Pertanyaannya, mengapa Kadiv Perencanaan & Corporate Secretary  yang keluarkan Surat Tugas? Mengapa bukan Kadiv Kredit atau Direktur Kredit? Ada apa dibalik itu? Apakah karena ada intervensi dari pihak-pihak tertentu?” hal ini perlu didalami oleh penyidik.

Gabrial Goa berpendapat, pemanggilan dan pemeriksaan aparat penyidik Polresta Kupang terhadap Endry Wardono selaku Kadiv Perencanaan & Corporate Secretary Bank NTT dan Dirut Bank NTT selaku penanggungjawab institusi Bank NTT, akan menjernihkan dugaan keterkaitan/hubungan hukum antara Martois Tamano dkk dengan Bank NTT dalam kasus percobaan pembunuhan wartawan Fabianus Latuan.

“Sekali lagi karena Martois dan anggotanya adalah Debt Collector resmi Bank NTT berdasarkan Surat Tugas yang dikeluarkan dan ditandatangani Kadiv Perencanaan & Corporate Secretary Bank NTT, Endri Wardono (Surat Tugas Nomor 658/RCS/X/2021 tertanggal 4 Oktober 2021, red). Martois Tamano dkk merupakan Debt Collector Bank NTT adalah pelaku percobaan pembunuhan terhadap wartawan Fabi Latuan di gerbang masuk/keluar Kantor PT. Flobamor pada 26 April 2022 lalu. Jadi, menurut kami hal ini merupakan dasar yang kuat bagi pihak penyidik Polresta Kupang  untuk memanggil dan memeriksa para pejabat Bank NTT terkait kasus tersebut,” tegasnya.

Seperti diberitakan tim media ini sebelumnya, Martois Dainol Tamano, dkk ditangkap Polresta Kupang karena menjadi tersangka pelaku/eksekutor percobaan pembunuhan terhadap wartawan Suara Flobamora.Com, Fabianus Latuan. Percobaan pembunuhan terhadap Ketua Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (Kowappem) di Pintu Gerbang PT. Flobamor terjadi pada Selasa, 26 April 2022.

Martois dan anggota kelompoknya adalah debt colector/penagih hutang/preman yang resmi ditugaskan Bank NTT untuk menagih hutang kepada para debitur macet. Penugasan terhadap Martois Dainol Tamano (Koordinator/Ketua Debt Colector/Penagih Hutang, red) dan kawan-kawan (anggota Debt Colector, red) tersebut diberikan oleh Kepala Divisi (Kadiv) Perencanaan & Corporate Secretary, Endri Wardono berdasarkan Surat Tugas Nomor: 658/RCS/X/2021 yang dibuat di Kupang pada tanggal 04 Oktober 2021,

Sementara itu, sumber yang sangat layak dipercaya membenarkan pekerjaan Martois Dainol Tamano sebagai debt colector resmi Bank NTT. “Martois dan kawan-kawan memang adalah debt colector resmi Bank NTT. Saya menyaksikan sendiri mereka melakukan penagihan terhadap debitur macet Bank NTT,” tandasnya sambil meminta agar namanya tidak disebut.

Kadiv Perencanaan & Corporate Secretary, Endri Wardono dan Dirut Bank NTT, Harry Aleks Riwu Kahor yang berusaha dikonfirmasi Tim Media ini sejak Selasa (28/6/22) malam melalui pesan WhatsApp/WA, tidak memberikan respon hingga berita ini ditayang. Padahal pesan WA tersebut telah dibacanya tak lama setelah dikirim.

Sebanyak 5 orang preman pelaku percobaan pembunuhan tersebut telah ditangkap oleh Polres Kupang Kota. Empat orang ditangkap di Samarinda, Kalimantan Timur, dipimpin langsung Kapolres Kupang Kota, KBP Rishian Krisna Budhiaswanto. Seorang lainnya di tangkap di Kota Kupang, sedangkan seorang tersangka lainnya masih buron (DPO).

Berkas Perkara tersebut dalam proses pelimpahan tahap 1 di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang. Penyidik Polres Kupang Kota juga sedang mendalami keterlibatan aktor intelektual. Untuk itu, para Komisaris dan Direksi PT. Flobamor telah diperiksa penyidik terkait kasus tersebut. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah Opini

Masyarakat Jangan ‘Digoreng’ Opini Menyesatkan Tentang Kasus MTN PT.  SNP Rp 50 M Bank NTT

O P I N I
Oleh : Marsel Nagus Ahang, SH.  (Ketua Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat (LPPDM)

Mengutip pemberitaan media online “Bank NTT Tetap Pada Pendirian, Kerugian MTN Rp 50 Milyar Itu Resiko Bisnis – Koran Timor”

Spiritnesia.Com, KUPANG – Bank Pemerintahan Daerah (BPD) Nusa Tenggara Timur (NTT) atau Bank NTT masih tetap pada pendirian tegas, bahwa kasus kerugian akibat pembelian Surat Berharga berupa Medium Term Notes (MTN) senilai Rp 50 Milyar dengan nilai coupon rate Rp 10,5 Milyar dari PT. SNP adalah resiko bisnis atau Business Judgement Rule.

Demikian salah satu point kesimpulan/klarifikasi Bank NTT melalui Kuasa Hukumnya, Apolos Djara Bunga, S.H dalam rilis tertulis yang diperoleh tim media ini pada Selasa (14/05/2022) terkait kasus MTN Rp 50 Milyar Bank NTT.

“Bahwa dari Rapat umum pemegang saham PT. BPD NTT menyatakan bahwa transaksi MTN senilai Rp 50.000.00.000,- (lima puluh miliar) dianggap resiko bisnis,” tulisnya.

Menurutnya, transaksi MTN senilai Rp 50.000.000.000,- (Lima Puluh Milyar) tidak saja terjadi pada bank NTT, tetapi terjadi juga pada Bank umum lainnya dalam jumlah yang cukup besar dan hal ini dianggap sebagai resiko bisnis. “MTN senilai Rp 50.000.00.000,- (lima puluh milyar) dianggap resiko bisnis,” tegasnya.

Djara Bunga juga menjelaskan, bahwa sebelum melakukan transaksi pembelian MTN Rp 50 Milyar dari PT. SNP, sebelumnya bank NTT sudah melakukan uji tuntas (Due Diligence) terhadap PT. SNP Finance sesuai keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor : Kep-412/BL/2010 Tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang.

“Bahwa kedudukan hukum PT. SNP Finance adalah Legal, maka dalam proses pengembalian uang Rp 53.120.833.333,- (Lima Puluh Tiga Miliar Seratus Dua Puluh Juta Delapan Ratus Tiga Puluh Tiga Ribu Tiga Ratus Tiga Puluh Tiga Rupiah) tercatat di Bundel Pailit yang ada pada Tim Kurator,” imbuhnya.

Bank NTT, lanjutnya, sejak Tahun 2011 telah melakukan transaksi Surat Berharga sesuai dengan ketentuan yang ada pada Bank NTT, sama halnya transaksi dengan PT. SNP Finance sesuai prosedur, metode dan cara yang sama PT. BPD NTT telah mendapatkan keuntungan kurang lebilh Rp 1.000.000.000.000,- (Satu Triliun Rupiah). Dan baru pada tahun 2018 terjadi resiko bisnis dengan PT. SNP Finance senilai Rp 50.000.000.000,- (Lima Puluh Milyar Rupiah);

MEMBACA berita tentang pernyataan Bank NTT melalui pengacaranya seperti dikutip di atas, saya tersenyum sendiri. Saya melihat ada sejumlah fakta yang sengaja ditutup-tutupi. Bahkan sengaja dialihkan alias ‘digoreng’ dari masalah yang sebenarnya. Pertanyaannya, Siapa yang mau ‘digoreng’? Dan siapa yang menggoreng opini liat yang menyesatkan?

Namun apapun penjelasan pihak Dirut Bank NTT melalui Kuasa Hukumnya, Apolos Djara Bonga, S.H perlu diapresiasi oleh masyarakat sebagai bentuk upaya meng-clear-kan banyaknya dugaan perbuatan melawan hukum di bank yang sangat kita cintai ini. Tetapi sayangnya klarifikasi ini menunjukan ketidakpahaman yang bersangkutan terhadap substansi dari masalah pembelian MTN itu sendiri.

Mari kita bedah bersama-sama pernyataan kuasa hukum bank NTT yang menurut saya tidak sesuai dengan fakta yang tercantum dalam LHP BPK No. 1/LHP/XIX.KUP/01/2020 tanggal 4 Januari 2020 sebagai berikut :

FAKTA PERTAMA

Bahwa berdasarkan LHP BPK No. 1/LHP/XIX.KUP/01/2020 tanggal 4 Januari 2020 pada Halaman 30 secara jelas menyebutkan PT. Bank NTT menelaah atas usulan pembelian  MTN VI SNP tahap I Tahun 2018 yang ditandatangani oleh Kasubdiv Domestik dan International dan Dealer yang disetujui oleh Kepala Divisi Treasury pada tanggal 06 Maret 2018;

Bahwa berdasarkan Fakta pertama ini maka ketentuan Pasal 97 ayat 5 UU 40 Tahun 2007 tentang BJR ini tidak dapat diterapkan karena perbuatan pembelian MTN oleh Bank NTT sebesar Rp. 50.000.000.000 (Lima Puluh Miliar) adalah bukan merupakan KEPUTUSAN DIREKSI melainkan KEPUTUSAN KEPALA DIVISI. Kepala Divisi yang menjabat saat itu adalah Sdr. Harry Alexander Riwu Kaho yang saat ini menjadi Direktur Utama Bank NTT;

Bahwa berdasarkan informasi pembelian MTN oleh Bank NTT sebesar Rp. 50.000.000.000 (Lima Puluh Miliar) tersebut juga tidak disetujui oleh Direktur Utama Bank NTT saat itu yaitu Bapak EDI BRIA SERAN, oleh karena itu sudah sangat jelas dan terang benderang bahwa ini adalah BUKAN MERUPAKAN KEPUTUSAN DIREKSI sehingga tidak relevan lagi dan tidak dapat diterapkan argumentasi Business Judgment Rule (BJR) tersebut.

FAKTA KEDUA

Bahwa berdasarkan LHP BPK No. 1/LHP/XIX.KUP/01/2020 tanggal 4 Januari 2020 tersebut menemukan banyak pelanggaran atas pembelian MTN tersebut diantaranya :

Investasi pembelian MTN tersebut dilakukan tanpa didahului analisa kelayakan, atau due diligence atau uji tuntas.

Hanya berpedoman pada mekanisme penempatan dana antar bank karena PT Bank NTT belum memiliki pedoman terkait prosedur dan batas nilai pembelian MTN.

• Pembelian MTN Tidak Nasuk dalam Rencana Bisnis PT. Bank NTT Tahun 2018

Selain itu PT. Bank NTT tidak melakukan On The Spot untuk   mengetahui   alamat   kantor   dan   mengenal   lebih   jauh   atas pengurus/manajemen PT. SNP. Pertemuan dengan pengurus/manajemen PT. SNP baru terjadi setelah PT. SNP mengalami permasalahan gagal bayar.

Pembelian MTN tidak melalui telaah terhadap laporan keuangan audited PT. SNP Tahun 2017 namun hanya berpatokan peringkatan yang dilakukan oleh Pefindo tanpa mempertimbangkan catatan pada pers release Pefindo yang menyatakan bahwa peringkatan belum berdasarkan Laporan Keuangan audited PT. SNP Tahun 2017, sehingga mitigasi atas risiko pembelian MTN tidak dilakukan secara baik.

PT. Bank NTT telah melakukan konfirmasi kepada bank-bank yang telah membeli produk MTN sebelumnya, tetapi tidak melakukan konfirmasi kepada bank yang menolak penawaran MTN untuk mengetahui alasan dan pertimbangan menolak melakukan pembelian MTN.

• Tidak mempertimbangkan kolektibilitas PT. SNP pada SLIK OJK (SLIK= Sistim Layanan Informasi Keuangan atau checking pinjaman pada bank lain).
Bahwa dalam fakta kedua ini berdasarkan temuan LHP BPK No. 1/LHP/XIX.KUP/01/2020 tanggal 4 Januari 2020 tersebut maka sudah sangat jelas dan terang benderang pembelian MTN yang mengakibatkan kerugian Bank NTT tersebut dilakukan penuh dengan KELALAIAN DAN TIDAK HATI-HATI sehingga tidak memenuhi ketentuan Pasal 97 ayat 5 undang-undang no 40 Tahun 2007 tentang BUSINESS JUDGMENT RULE (BJR) SEHINGGA TIDAK BISA DITERAPKAN.

FAKTA KETIGA

Bahwa peristiwa hukum yang sama dengan subjek hukum yang berbeda yaitu pembelian MTN PT. SNP oleh Bank SUMUT telah dituntut oleh Kejaksaan Tinggi Medan atas nama terdakwa Maulana Akhyar Lubis (Kepala Divisi Treasury) dengan Tuntutan selama 19 tahun penjara dan kemudian divonis oleh majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan No. 41/PID.SUS-TPK/2020/PN MDN dengan putusan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan hukuman pidana selama 10 tahun.

Bahwa putusan Pengadilan Tipikor Medan tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Medan No. 29/PID.SUS-TPK/2020/PT MDN;

Bahwa jika Kejaksaan Tinggi Medan mampu menyelesaikan Kasus ini kenapa Kejaksaan Tinggi NTT tidak mampu padahal sudah ada Yurisprudensinya, dan ini merupakan peristiwa hukum yang sama.

• Aturan Yang Dilanggar :

a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Bagian Ketiga pada Pasal 13 ayat 1 yang menyatakan “Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai Aset Produktif dalam bentuk Surat Berharga”;

b.  Peraturan Bank Indonesia nomor 19/10/Pbi/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank pada Pasal 16 ayat 1.b yang menyatakan Identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dilakukan dengan mewajibkan penyampaian data dan informasi paling sedikit “nama korporasi, bentuk badan hukum atau badan usaha, tempat dan tanggal pendirian, nomor izin usaha, alamat tempat kedudukan, jenis bidang usaha atau kegiatan, nomor telepon, nama pengurus, nama pemegang saham, dan data dan informasi identitas orang perseorangan yang diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama Korporasi;

c. Surat Keputusan Direksi Nomor 43 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bidang Treasury PT. BPD NTT pada BAB III tentang Wewenang Penempatan (Placing) Dana dan Peminjaman (Borrowing) Dana antar Bank, huruf A tentang kriteria penempatan dana angka 4 menyatakan “Pada Pihak ketiga bukan Bank, wajib dianalisis secara mendalam baik kondisi kinerja keuangan maupun Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dengan limit maksimum Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)”;

d.  Surat Keputusan Direksi PT Bank NTT Nomor 18 Tahun 2017 tanggal 28 Februari 2017 tentang Pedoman Operasional Kebijakan Treasury berupa SOP Kebijakan Divisi treasury Bab III tentang Tata Kerja Treasury;

1) Nomor  3.2.1.a  yang  menyatakan  tugas  Kepala  Divisi  Treasury  “Bertugas melakukan koordinasi, pengarahan dan mengawasi pelaksanaan penyusunan pedoman pengaturan likuiditas bank dan pelaksanaan pengaturan likuiditas, baik di kantor pusat maupun kantor cabang sehingga tercipta pengelolaan yang aman dan menguntungkan bagi bank; dan

2) Nomor 3.4.1 yang menyatakan tanggung jawab Kepala Divisi Treasury “bertanggungjawab atas kepatuhan terhadap batasan kewenangan dan ketentuan- ketentuan yang berlaku atas transaksi yang dilakukan oleh divisinya.

e. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor Nomor 12 /Pojk.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan Bab I tentang ketentuan umum Pasal 1:

1) Ayat 11 yang menyatakan Uji Tuntas Nasabah (Customer Due Diligence) yang selanjutnya disingkat CDD adalah kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan oleh PJK untuk memastikan transaksi sesuai dengan profil, karakteristik, dan/atau pola transaksi Calon Nasabah, Nasabah, atau WIC;

2) Ayat 12 yang menyatakan Uji Tuntas Lanjut (Enhanced Due Diligence) yang selanjutnya disingkat EDD adalah tindakan CDD lebih mendalam yang dilakukan PJK terhadap Calon Nasabah, WIC, atau Nasabah, yang berisiko tinggi termasuk PEP dan/atau dalam area berisiko tinggi;

• Pembelian MTN Tidak Terdapat dalam Rencana Bisnis Bank Melanggar  :
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5 /POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank Bab II tentang cakupan rencana bisnis pasal 11 Rencana pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f paling sedikit meliputi:

1) Rencana penghimpunan dana pihak ketiga
2) Rencana penerbitan surat berharga
3) Rencana pendanaan lainnya.

f. PT. SNP Mengalami Kesulitan Keuangan dan Gagal Bayar atas MTN.

1) Rating PT. SNP menurun secara drastis.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membekukan kegiatan usaha PT. SNP tanggal 18 Mei 2018. Pendapatan kupon MTN pertama yang semestinya diterima PT. Bank NTT pada tanggal 22 Juni 2018 (bunga dibayarkan setiap 3 bulan), mengalami penundaan pembayaran bunga.

2) PT. SNP Diputuskan Pailit
Pada tanggal 9 Mei 2018 Pefindo kembali melakukan siaran pers terkait penurunan credit profile/rating PT SNP dari peringkat “idCCC” menjadi “idSD” (selective default) yang menandakan obligor gagal membayar satu atau lebih kewajiban finansialnya yang jatuh tempo, baik atas kewajiban yang telah diperingkat atau tidak diperingkat.

Posisi keuangan PT. SNP terus mengalami penurunan yang terlihat dari fasilitas kredit PT. SNP pada Bank Mandiri menjadi kredit bermasalah (kolektibilitas 3) pada tanggal 1 Mei 2018 dan SNP Finance mengajukan permohonan pailit pada tanggal 02 Mei 2018 melalui Pengadilan Niaga pada Negeri Jakarta Pusat yang dikabulkan oleh PN Jakpus pada tanggal 4 Mei 2018.

Otoritas Jasa Keuangan sesuai surat nomor SP 34/DHMS/OJK/V/2018 telah membekukan kegiatan usaha PT SNP Pada tanggal 18 Mei 2018, dimana PT SNP telah dikenakan sanksi peringatan pertama hingga peringatan ketiga karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 53 POJK 29/2014 yang menyatakan bahwa “Perusahaan Pembiayaan dalam melakukan kegiatan usahanya dilarang menggunakan informasi yang tidak benar yang dapat merugikan kepentingan debitur, kreditur, dan pemangku kepentingan termasuk OJK”.

• Proses Hapus Buku

PT. Bank NTT melakukan proses hapus buku MTN dengan membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) MTN pada tanggal 31 Oktober 2018 senilai Rp7,62 miliar. Selanjutnya mengajukan surat persetujuan SOP Hapus Buku Surat Berharga kepada Dewan Komisaris PT. Bank NTT dengan surat Direktur Pemasaran Dana Nomor 605/DIR-DTs/XII/2018 tanggal 21 Desember 2018 yang setujui oleh Komisaris Utama melalui surat nomor 134/DK Bank NTT/XII/2018 tanggal 26 Desember 2018.

Divisi treasury PT Bank NTT mengusulkan penghapusbukuan Surat Berharga MTN PT SNP pada tanggal 28 Desember 2018 dengan membentuk CKPN kedua senilai Rp42.372.533.584,00 yang disetujui oleh Direksi PT Bank NTT dengan Surat Keputusan nomor 147 Tahun 2018 tanggal 31 Desember 2018 tentang Penghapus Bukuan Surat berharga Tahun Buku 2018 atas MTN PT.SNP senilai  Rp 50 miliar.

• Atas pelanggaran tersebut BPK Merekomendasikan 2 hal yakni :

a. Dewan  Komisaris  dalam  RUPS  agar  meminta  Jajaran  Direksi  PT  Bank  NTT melakukan langkah-langkah recovery atas MTN PT SNP senilai Rp50.000.000.000, antara lain melakukan koordinasi dengan kurator dan melaporkan perkembangan tersebut kepada BPK RI; dan

b. Direktur Utama agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Dealer,Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury yang melakukan pembelian MTN tanpa proses due diligence.

• Pernyataan kuasa hukum bank NTT tidak sesuai dengan fakta yang tercantum dalam LHP BPK No. 1/LHP/XIX.KUP/01/2020 tanggal 4 Januari 2020.

LHP BPK tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan BPK sesuai UU Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan :

Pasal 1
Menyebutkan bahwa “Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 2
BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Pasal 6 ayat (1)
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

Pasal 10 Ayat (1)
BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.

• Pernyataan terhadap kerugian Negara adalah bagian dari tugas dan kewenangan BPK sesuai :
Pasal 11
BPK dapat memberikan:
a. pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, dan lembaga atau badan lain, yang diperlukan karena sifat pekerjaannya;

b. pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah; dan/atau;

c. keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah.

Apa yang saya paparkan sejak awal merupakan fakta yang tak dapat dipungkiri oleh siapa pun.  Dengan demikian, Opini yang berkembang di masyarakat tentang kasus Bank NTT tidak dimaksudkan untuk menyerang/merendahkan martabat oknum pejabat atau Bank NTT sebagai lembaga.

Tetapi sebaliknya, merupakan bukti rasa cinta atas bank kebanggaan masyarakat NTT dan keinginan kuat agar Bank NTT ‘dibersihkan’ dari oknum pejabat yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum yang telah merugikan keuangan dan perekonomian Negara dan masyarakat serta mengganggu system perbankan nasional dan daerah.

Semoga tulisan ini dapat memberikan pencerahan bagi masyarakat pembaca pada umumnya agar tidak terbawa arus atau ‘ digoreng’ oleh opini liar yang menyesatkan tentang kasus Gagal Bayar MTN PT. SNP dengan total nilai Rp 60,5 Milyar. (*)

Kategori
Berita Daerah Nasional

Polisi Diminta Usut Dugaan Kejahatan Oleh Komisaris Bank NTT

Spiritnesia.Com, Jakarta – Dewan Komisaris Bank NTT diduga telah melakukan tindak kejahatan perbankan karena menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor: 01.A tentang penetapan honorarium Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan bagi calon pejabat pada Bank NTT. Kebijakan tersebut dinilai sebagai penyalahgunaan kewenangan karena melanggar Peraturan OJK, UU tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Perpajakan dan memperkaya diri sendiri serta merugikan keuangan Bank NTT hingga ratusan juta rupiah. Karena itu, Kapolda NTT dan jajarannya diminta segera mengusut tuntas kasus dugaan kejahatan yang merugikan Bank NTT tersebut.

Demikian pernyataan Wakil Sekjen Peradi Pergerakan Aktivis 1998, Gregorius B. Djako, SH, CLA yang dimintai tanggapan pada Senin (31/5/22) terkait penerbitan SK -1.A oleh Dewan Komisaris Bank NTT tentang Penetapan Honorarium Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan (Fit and Proper Test) bagi calon pejabat Bank NTT.

Gregorius yang berhasil dihubungi tim media ini pada Senin pekan lalu menegaskan bahwa Surat Keputusan (SK) Dewan Komisaris Bank NTT Nomor: 01.A Tahun 2020 tentang penetapan honorium untuk tim uji kelayakan dan kepatuhan bagi calon pejabat pada Bank NTT patut diduga sebagai tindakan kejahatan perbankan dan menguntungkan/memperkaya diri. Perbuatan itu diduga melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 55/POJK.03/2016 tentang Tata Kelola Bagi Bagi Bank Umum, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/Pj/2015 tentang Pajak penghasilan Pasal 21.

“Dewan Komisaris tidak boleh intervensi seleksi calon pejabat dan calon karyawan. Itu sangat operasional dan menjadi tugas Direksi. Dewan Komisaris/Ketua KRN juga tidak punya kewenangan menetapkan honor. Apalagi honor untuk dirinya sendiri. Itu melanggar POJK tentang Tata Kelola Perbankan dan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Ini jelas-jelas merupakan tindak pidana kejahatan karena menyalahgunakan kewenangan dan memperkaya diri sendiri,” tandas Gregorius.

Karena itu, Gregorius meminta aparat Kepolisian Polda NTT dan jajarannya untuk mengusut tuntas masalah tersebut. “Penyalahgunaan kewenangan ini merupakan kejahatan karena itu menjadi ranah kepolisian. Karena itu, Pak Kapolda tolong usut tuntas kasus ini,” pintanya.

Gregorius menjelaskan, pada tahun 2020 lalu mantan Kepala Kancab Bank NTT Kabupaten Kupang diproses hukum oleh Polres Kabupaten Kupang. “Kalau mantan Kakancab Bank NTT Kabupaten Kupang bisa diproses hukum dan dipenjara karena diduga salah gunakan kewenangan, mengapa Komisaris Bank NTT tidak diproses hukum?” ujarnya.

Gregorius menjelaskan, yang memiliki kewenangan untuk menetapkan honorarium Dewan Komisaris (dalam seleksi calon Direksi, red) adalah Direktur Utama berdasarkan rekomendasi Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). “Komisaris itu hanya boleh ikut serta dan dibayar honornya dalam seleksi calon Direksi. Sedangkan seleksi calon pejabat dan pegawai itu tugasnya Direksi,” ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Gregorius, Dewan Komisaris yang menjadi asesor dalam seleksi pejabat dan pegawai telah menyalahi aturan dan mengintervensi tugas Dewan Direksi. “Apalagi menetapkan honor bagi diri sendiri yang nilainya sangat fantastis, mencapai Rp 10 per hari untuk komisaris dan Rp 20 juta/hari untuk asesor eksternal. Ini sangat merugikan Bank NTT,” bebernya.

Tidak hanya itu, lanjut Gregorius, Komisaris juga melakukan pelanggaran terhadap UU Perpajakan karena membebankan Pajak dari honor yang diterimanya kepada Bank NTT. “Apalagi dalam Surat Keputusan (SK) tersebut mengatur bahwa pajak honorium itu ditanggung oleh pihak pemberi yaitu Bank NTT. Hal ini bertentangan dengan aturan perpajakan. Aneh benar, kalian yang dapat uang tetapi pihak Bank NTT sebagai pemberi harus menanggung pajak, apa-apaan ini? Ini lupa atau pura-pura hilang ingatan?” kritiknya.

Menurut Ketua Bidang Advokasi DPC Peradi Kabupaten Bogor ini, dalam menerbitkan SK tersebut para Komisaris dan Komisaris Utama Bank NTT mungkin lupa atau sudah hilang ingatan ada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/Pj/2015 tentang Pajak penghasilan pasal 21. Pajak penghasilan itu kata Gregorius, adalah pungutan wajib yang dikenakan pada individu maupun sebuah perusahaan berdasarkan jumlah pendapatan yang diterima dalam kurun waktu satu tahun.

Dijelaskan, UU pajak penghasilan di Indonesia adalah UU No. 36 Tahun 2008. Ada 7 jenis objek pajak, yaitu : (1) Dividen, sebagian pendapatan yang diberikan kepada pemegang saham perusahaan sebagai penghasilan; 2) Laba bruto dari usaha; 3) Keuntungan karena perniagaan; 4) Bunga yang anda dapatkan dari undian serta penghargaan tertentu; 5) Honorium hadiah yang didapatkan dari undian; (6) Gaji dari pekerjaan, tunjangan, tambahan penghasilan/insentif, dana pensiun serta imbalan lainnya; dan ke (7) penerimaan kembali dari pelunasan pajak.

Menurut Gregorius didalam PPh 21 itu, pajak atas PPh atau pajak penghasilan dikenakan kepada orang pribadi/badan atas penghasilan berupa keuntungan usaha, gaji, honorium, hadiah dan lainnya yang diterima dalam kegiatan yang dilakukan orang pribadi subyek pajak dalam negeri. “Kita clear dulu soal Peraturan Dirjen Pajak tersebut. Apalagi Undang-Undang Pajak Penghasilan di negara kita Indonesia ini, menganut prinsip pemajakan atas penghasilan atas tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut,“ tandasnya.

Pajak, kata Gregorius, bersifat wajib dan memaksa sehingga negara menetapkan sanksi bagi wajib pajak yang tidak melakukan pembayaran pajak atau sengaja menolak untuk bayar pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berupa penyendaraan/gijzeling.

“Komisaris Bank NTT diduga telah melakukan pelanggaran tersebut berupa, kealpaan yaitu sengaja, lalai, tidak mengindahkan kewajiban pajak. Sehingga para Komisaris Bank NTT dapat dipidana dengan jenis pelanggaran bersifat kejahatan,” paparnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Amos Corputty sebagai pemegang saham seri B Bank NTT meminta para pemegang saham Bank NTT untuk melakukan RUPS Luar Biasa untuk mencopot Komut dan jajaran Komisaris Bank NTT karena mengintervensi tugas operasional Dewan Direksi dengan menerbitkan SK 01.A yang menetapkan honorarium bagi Tim Seleksi/asesor calon pejabat dan pegawai Bank NTT senilai Rp 10 s/d 20 juta per hari. Dewan Komisaris sebagai asesor internal dibayar Rp 10 Juta/hari.

Selain itu, dalam SK 01.A tersebut Dewan Komisaris juga membebankan pajak penghasilan dari honornya kepada Bank NTT. Komisaris Utama (Komut) Bank NTT juga diduga mengangkat dirinya sebagai Ketua Tim Penyelesaian Kredit Bank NTT Surabaya. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah Ekonomi

Sebagai Assesor, Komisaris Bank NTT Dibayar Rp 10 Juta/Hari

Spiritnesia.Com, Kupang – Honor anggota Tim Uji Kelayakan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) calon pejabat di lingkungan Bank NTT dari kalangan eksternal mencapai Rp 20 Juta/Hari. Bahkan anggota Dewan Komisaris Bank NTT yang menjadi anggota tim seleksi calon pejabat di lingkungan Bank NTT (dari kalangan internal, red) juga dibayar hingga Rp 10 juta/hari.

Besaran honorarium tersebut ditetapkan oleh Dewan Komisaris Bank NTT melalui penerbitan Surat Keputusan (SK) Dewan Direksi Nomor: 01.A tertanggal Tahun 2020 tentang Penetapan Honorarium Tim Uji Kelayakan dan Kepatutan PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur.  SK tersebut ditandatangani oleh Frans Gana sebagai Komisaris Independen/Ketua KRN pada tanggal  14 Mei 2020.

Berdasarkan SK tersebut di atas (yang File PDF-nya diperoleh Tim Media ini dari ‘Orang Dalam’ Bank NTT, red) tertera secara jelas bahwa besaran honor seorang assesor anggota Tim Fit and Proper Test dari kalangan eksternal yang ditetapkan dalam SK tersebut mencapai Rp 20 Juta/Hari. Sedangkan Honor Dewan Komisaris (assesor internal, red) yang menjadi anggota tim seleksi pejabat (kepala divisi dan kepala cabang, red) mencapai Rp 10 juta/hari.

“Segala Biaya yang dikeluarkan sebagai akibat ditetapkan keputusan ini dibebankan pada Anggaran PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur dengan klasifikasi:
1. Untuk Assesor Eksternal setiap kali melakukan assesment diberikan honorarium sebesar Rp 5 (lima) juta per Calon atau dengan minimal honorarium Rp 10 juta/hari atau maksimal 20 juta/hari.
2. Untuk Assesor Internal setiap kali melakukan assesment diberikan honorarium sebesar Rp 2 (dua) juta per Calon atau dengan minimal honorarium Rp 4 juta/hari atau maksimal Rp 10 juta per hari.
3. Pajak ditanggung pihak Bank;
4. Pembayaran Honor dilakukan setelah Laporan dari masing-masing Assesor sudah dilengkapi,” tulis Dewan Komisaris Bank NTT dalam point 5 SK tersebut.

Pemegang Saham Seri B Bank NTT, Amos Corputty yang dimintai tanggapannya pertelepon pagi tadi, membenarkan isi SK 01.A tentang honorarium Dewan Komisaris yang mencapai Rp 10 juta per hari tersebut. “Kalau adik-adik sudah dapat SK 01.A tersebut, yah diberitakan saja,” ujarnya.

Menurutnya, Komut Bank NTT, JJ pernah membantah keberadaan SK itu di salah media. “Bahwa SK 01.A tersebut tidak pernah ada. Bahwa berita yang beredar Cuma hoax. Bantahan ini ‘kan memutarbalikkan fakta. Jadi diberitakan saja apa adanya supaya masyarakat tahu bahwa SK tersebut benar-benar ada,” ujarnya.

Ia menjelaskan, tugas Dewan Komisaris sebagai KRN hanya sebatas pemilihan calon direksi. “Tugas Dewan Komisaris, khususnya Komisaris Independen sebagai Ketua KRN hanya pada sebatas seleksi calon direksi. Honor Dewan Komisaris dalam seleksi calon Direksi pun ditetapkan oleh Dewan Komisaris berdasarkan Keputusan dari RUPS,” ujarnya.

Sedangkan untuk seleksi pejabat seperti kepala divisi dan kepala cabang, lanjut Corputty, merupakan tugas dan tanggung jawab Dewan Direksi. “Untuk seleksi calon pejabat dan pegawai, itu tugasnya Direksi, bukan Dewan Komisaris. Tapi yang terjadi saat ini, Pegawai Bank NTT yang mau jadi pejabat, mereka 3 (Dewan Komisaris, red) yang seleksi. Tidak ada assesor eksternal (dari luar Bank NTT, red),” ungkapnya.

Menurut Corputty, apa yang dilakukan Dewan Komisaris Bank NTT dengan mengangkat dirinya sebagai assesor Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan calon kepala divisi dan kepala cabang Bank NTT dan menerbitkan sendiri SK Honorariumnya sendiri adalah melawan aturan perbankan. “Itu jelas-jelas sudah ikut campur bahkan telah mengambil alih tugas Dewan Direksi,” tandasnya.

Penerbitan SK 01.A tersebut, jelas Corputty, menyalahi POJK dan UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. “Komisaris tidak boleh mencampuri urusan operasional karena itu menjadi tugas dan tanggung jawab Dewan Direksi. Tugas Dewan Komisaris hanya mengawasi jalannya operasional Bank oleh Dewan Direksi,” bebernya.

Komisaris Intervensi Seleksi Pegawai Baru. Tidak hanya itu, lanjut Corputty, Dewan Komisaris juga mengintervensi hingga proses penerimaan pegawai baru Bank NTT (teller dan pegawai lainnya, red). “Untuk seleksi calon pegawai pun, 3 orang Dewan Komisaris juga ikut melakukan seleksi.  Mereka jadi tim assesor yang wawancarai sekitar 300 calon pegawai Bank NTT. Ini kacau, mereka sudah terlampau mengintervensi tugas Direksi,” tegasnya.

Anehnya, ungkap Corputty, kegiatan-kegiatan seleksi tersebut juga dilakukan di Hotel Timore. “Kenapa hanya untuk seleksi saja harus pakai hotel? Ini buang-buang biaya saja. Bank NTT ‘kan punya banyak gedung yang bisa dipakai? Apakah karena Komut punya relasi dengan pemilik hotel?” ujarnya.

Komisaris Utama Bank NTT, JJ yang berusaha dikonfirmasi berulangkali oleh tim media via WA   tidak memberikan jawaban hingga berita ini ditayangkan. Bahkan JJ memblokir Nomor WA Tim Media ini.

Seperti telah diberitakan sebelumnya, seorang pemegang saham seri B, Amos Corputty meminta Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat sebagai Pemegang Saham Pengendali dan para Bupati/Walikota se-NTT sebagai pemegang saham untuk mencopot Komisaris Utama (Komut) Bank NTT, Juvenil Djodjana dan jajaran Dewan Komisaris karena telah mengintervensi berbagai tugas operasional Dewan Direksi Bank NTT. Intervensi tersebut antara lain, penerbitan SK O1.A tentang Honorarium Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan bagi Calon Pejabat (Kepala Divisi dan Kepala Cabang, red).

Menurut mantan Direktur Bank NTT tersebut, keterlibatan Dewan Komisaris Bank NTT dalam Panitia Uji Kelayakan dan Kepatuhan tersebut telah menyalahi peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).  Begitu juga dengan penerbitan SK 01.A tentang Honorarium Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan tersebut karena penerbitan SK tersebut merupakan tugas Dewan Direksi.

“Komut dan jajarannya sudah terlalu mengintervensi operasional Bank NTT. Mereka tidak paham akan tugas dan fungsinya sebagai komisaris sehingga operasional jadi kacau. Karena itu, PSP dan para bupati/walikota sebagai pemegang saham harus segera melaksanakan RUPS LB untuk mencopot dan mengganti Komut dan jajarannya dengan orang-orang profesional yang paham akan tugas dan fungsinya,” tandas Corputty.

Menurut Corputty ada beberapa hal yang diduga dilakukan Dewan Komisaris yang telah mengintervensi tugas operosional Dewan Direksi, antara lain:
1). Membuat SK 01 A agar Komut dan Jajaran Komisaris menerima honor ratusan juta (dalam seleksi pejabat Bank NTT, red);
2). Ikut campur tangan dalam urusan kredit; dan
3). Mengangkat diri sendiri sebagai penanggung jawab penyehatan Kantor Cabang Bank NTT Surabaya. (SN/tim)