Spiritnesia.com, Kupang – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) menilai Pemerintah Provinsi NTT dibawah kepemimpinan Gubernur Vikktor Bungtilu Laiskodat tidak konsisten alias inkosisten terhadap rencana pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah di Kabupaten Flores Timur – NTT karena tidak mengeluarkan ijin investasi bagi PT. Tidal Bridge Indonesia yang sudah diajukan sejak Tahun 2019 tanpa alasan yang jelas.
Kritik itu disampaikan F-PKB DPRD NTT dalam Pendapat Akhir Fraksi PKB DPRD NTT terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi NTT pada Senin (20/6/22) lalu.
Menurut F-PKB, Pemprov NTT tidak memproses ijin investasi dari PT. Tidal Bridge Indonesia yang telah diajukan sejak tahun 2019 tanpa alasan yang jelas. “Namun sampai dengan saat ini, ijin investasi dimaksud tak kunjung dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi NTT tanpa alasan yang jelas. Hal ini menunjukkan sikap inkonsistensi pemerintah karena tidak bersikap atau setidaknya memperlancar proses perijinan dari objek pembangunan yang studinya baik PFS maupun FS-nya dilakukan dan dibiayai oleh pemerintah sendiri,” kritik F-PKB DPRD NTT.
Padahal, lanjut F-PKB, Pemprov NTT telah mengeluarkan APBD Tahun 2016 untuk membiayai Pra Fisibility Study (PFS) dan Pemerintah Pusat juga telah mengeluarkan APBN Tahun 2017 untuk membiayai Fisibility Study (FS). Hasil dari PFS dan FS dimaksud termasuk kajian AMDAL dengan standar nasional maupun Internasional sebagai syarat utama bagi FMO sebagai lembaga Bank Pembangunan Belanda yang akan membiayai pembangunan jembatan tersebut.
Dengan demikian, kata F-PKB, jembatan tersebut layak dibangun karena sudah memenuhi syarat-syarat kelayakan baik layak secara teknis, ekonomi maupun lingkungan dan berbagai dampak positif yang dihasilkan. “Kami mendorong pemerintah provinsi hendaknya pro-aktif dan segera bersikap atas pembangunan jembatan tersebut karena kendala realisasi pembangunan jembatan tersebut, selain berada di PT. PLN sebagai pembeli listrik tenaga arus laut, tapi juga perijinan investasi yang hingga saat ini belum dikeluarkan oleh Pemerintah NTT,” beber F-PKB dalam Pendapat Akhir yang dibacakan Juru Bicara (Jubir), Klara Motu Loi, SH (dari Dapil TTU, Belu, Malaka).
Oleh karena itu, F-PKB mendorong pemerintah pusat agar segera berkoordinasi dengan PT. PLN agar mau membeli energi tersebut. “Karena selain mendapatkan energi baru terbarukan dengan harga murah tapi juga mendapatkan jembatan sepanjang 800 meter yang merupakan jembatan terpanjang di NTT,” ujar Klara.
Selain itu, tulis F-PKB, teknologi yang digunakan adalah teknologi yang unik dengan model yang ikonik. “Dimana jika jembatan ini terbangun maka akan menjadi jembatan pertama di dunia yang pada badan jembatannya dipasang 1 turbin yang bisa menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL),” beber F-PKB.
Menurut F-PKB, NTT masih membutuhkan konektivitas (jalan, jembatan, pelabuhan) dan energi, sementara di sisi lain ada potensi pariwisata, pertanian, perikanan, perindustrian. “Dan yang luar biasa adanya potensi kekuatan arus laut dengan kecepatan tinggi (3,8 – 4,2 m/detik) yang mampu diolah menjadi energi listrik dengan kapasitas potensial mencapai hingga 300 MW. Apalagi energi yang dihasilkan adalah Energi Baru Terbarukan (EBT),” jelas Klara.
Kemudian, teknologi akan digunakan adalah teknologi yang sudah teruji untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekuatan arus laut menjadi energi listrik. “Yang sangat menggembirakan bahwa telah teralokasi anggaran melalui FMO sebesar US $ 225 juta (sekitar Rp. 3,5 T), maka tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak mendukung realisasi pembangunan jembatan tersebut,” tandas F-PKB.
Dengan demikian, beber F-PKB, pemerintah tidak lagi mengeluarkan biaya apapun karena jembatan tersebut bisa membiayai dirinya sendiri jika arus listrik tersebut dibeli oleh PLN dengan harga yang sangat murah (Rp 12.000/ Kwh) dibandingkan dengan energi fosil yang sedang dipakai saat ini.
F-PKB juga mengkritisi pernyataan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat saat berkunjung ke Flotim beberapa waktu lalu yang mengatakan bahwa Pemerintah ProvInsi NTT akan meminta konsultan dan investor dari Skotlandia untuk melakukan survei potensi arus laut di selat Gonsalu tersebut.
“Hendaknya pemerintah paham dan menyadari bahwa study tentang potensi arus laut ini sudah dilakukan sejak tahun 2016. Setidaknya oleh 5 lembaga masing-masing : (1) Pemda NTT untuk pra FS; (2) Pemerintah Pusat melalui Kementerian PUPR untuk kegiatan FS; (3) BPPT (sekarang BRIN ); (4). KKP (Kementrian Kelautan Dan Perikanan); dan 5) Tidal Bridge BV (Belanda),” kritik F-PKB.
Dengan demikian, jelas F-PKB, jika saat ini ada lembaga lain lagi yang akan melakukan study untuk potensi arus laut di lokasi tersebut, maka ini merupakan hal yang berulang-ulang yang justru menunjukan bahwa pemerintah tidak konsisten dengan apa yang sudah digagas dan dibiayai sejak tahun 2016 yang lalu.
“Untuk itu kami menyarankan jika ada lagi lembaga lain yang akan melakukan study terhadap potensi arus laut ini maka lebih baik melakukan survei tentang industri apa yang akan dibangun untuk memanfaatkan energi arus laut ini,” tandas Klara.
Pada kesempatan itu, Fraksi PKB juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada Tidal BV Belanda sebagai investor pembangunan jembatan ini dan FMO sebagai lembaga yang akan mendukung sebagian besar pembiayaan jembatan.
“Yang selama ini tetap konsisten dan terus berjuang dengan gigih agar pembangunan jembatan tersebut bisa direalisasikan. Walaupun berbagai kendala Adminitrasi maupun regulasi terkait kewenangan dan komitmen beberapa pihak cukup menjadi hambatan percepatan pembangunan jembatan ini,” ujar Jubir F-PKB, Klara Motu Loi.
Oleh Karena itu, F-PKB DPRD NTT mendukung sepenuhnya berbagai pihak yang mendukung dan berupaya merealisasikan pembangunan jembatan tersebut, terutama Pemda NTT untuk segera mengeluarkan perijinan tentang ijin investasi di Flores Timur. (Sn/tim)