Spiritnesia.com, Kupang – Dalam penelusuran informasi oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kupang, anak Kapolda Nusa Tenggara Timur yang dinyatakan Lulus dalam Seleksi Calon Taruna Akademi Kepolisian (Catar Akpol), di Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT), Tahun 2024 baru berdomisili di NTT 4 bulan 2 hari. GMNI menduga Anak Kapolda NTT mendaftar menggunakan dokumen palsu.
Hal ini diungkapkan Jhon Klau selaku Ketua termandat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Kupang kepada media ini melalui rilis tulisnya pada Sabtu, 14/07/2024.
“Dugaan kuat kami, bahwa anak dari Kapolda NTT yang telah dinyatakan lolos dalam seleksi Catar Akpol di tahun 2024 itu mendaftar menggunakan dokumen palsu,” tulisnya.
Ia menuturkan, bahwa pihaknya telah menemukan sejumlah informasi penting pada Tanggal 7 Desember 2023, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan mutasi Kapolda NTT yang di jabat oleh Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga dan Tanggal 25 Maret 2024, Pembukaan penerimaan Taruna Akpol, dan tanggal 19 April 2024 Verifikasi administrasi. Putra dari anggota Polri yang berdinas di Polda NTT (Timothy, red), Dalam klarifikasi Humas Polda NTT bahwa Timothy Abishai Silitonga, putra dari anggota Polri yang berdinas di Polda NTT dan Timothy berdomisili di NTT selama 7 bulan 26 hari. Timothy merupakan anak Kapolda NTT Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga.
“Berdasarkan hasil analisis GMNI, Timothy Abishai Silitonga yang merupakan anak Kapolda NTT baru 4 bulan 2 hari berdomisili di NTT saat verifikasi administrsi pendaftaran Catar Akpol,” ungkap Jhon.
Karena itu, tidak salah kalau GMNI mempertanyakan perhitungan waktu lama tinggal yang digunakan dalam klarifikasi Humas POLDA NTT iti. Bagi GMNI, informasi tersebut patut dipertanyakan keabsahannya. Polda NTT harus jujur mengatakan kepada publik tentang informasi yang sebenarnya.
“Kami dari GMNI menduga bahwa Timothy Abishai Silitonga anak Kapolda NTT mendaftar menggunakan dokumen palsu. Sebab baru 4 bulan 2 hari berdomisili di NTT, tetapi di paksakan menjadi 6 bulan,” ungkapnya.
Menurutnya, dokumen itu bisa saja mengada-ada. Oleh karena itu, pihaknya meminta Kapolri agar dapat membentuk tim khusus untuk segera mengaudit hasil seleksi catar akpol NTT yang diduga syarat konflik kepentingan dan manipulatif.
“Harus segera diaudit supaya kita jangan menduga-duga terlalu banyak dan keresahan masyarakat NTT atas hasil seleksi catar akpol tersebut segera terobati,” ungkapnya.
Jangan sampai, tegasnya, Polri sendiri yang telah menciderai prinsip bersih, transparan, akuntabel dan humanis (BETAH) dalam seleksi penerimaan taruna/i akpol tahun 2024. Ketika ini terjadi, akan sangat merugikan peserta seleksi yang lain.
Lanjut Klau, menegaskan bahwa, apabila ditemukan ada peserta yang mendaftar menggunakan dokumen palsu harus diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain peserta, pihak yang mengeluarkan dokumen palsu juga harus ditindak. Negara Indonesia adalah negara hukum, semua masyarakat Indonesia kedudukannya sama di mata hukum.
Sebab, lanjut Aktifis GMN, dalam Pasal 263 KUHP: “Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian surat yang dipalsu itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Sementara, kata Klau, dalam Pasal 266 KUHP: “Barang siapa menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta tersebut seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam jika pemakaian akta tersebut dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
Dalam pengumuman Mabes Polri Nomor:Peng/14/III/DIK.2.1./2024 Tentang Penerimaan Taruna/i Akpol Tahun Anggaran 2024 dijelaskan soal ketentuan domisili antara lain:
(1). peserta berdomisili minimal 2 tahun di wilayah Polda tempat mendaftar (terhitung pada saat pembukaan pendidikan) dengan melampirkan Kartu Keluarga dan atau Kartu Tanda Penduduk dan atau Kartu Identitas Anak (terhitung mulai tercatat di domisili baru);
(2) bagi putra/putri personel Polri/TNI/PNS yang berdomisili kurang dari 2 tahun di wilayah Polda tempat mendaftar (terhitung pada saat pembukaan pendidikan) dapat mendaftar dengan ketentuan sebagai berikut:
a. berdomisili minimal 6 bulan di Polda tempat mendaftar dengan melampirkan Kartu Keluarga dan atau Kartu Tanda Penduduk;
b. orang tua peserta sedang atau pernah berdinas di wilayah Polda tempat peserta mendaftar dalam kurun waktu 2 tahun terakhir (tahun 2022 sampai pembukaan pendidikan) dengan melampirkan Surat Keputusan tentang jabatan orang tua peserta.
(3) bagi peserta yang tidak memenuhi persyaratan nomor 1) dan 2) di atas, dapat mendaftar di Polda sesuai domisili sebelumnya, dengan verifikasi oleh Panitia Daerah dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. (**)