Spiritnesia.com, Kupang – Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), melalui Kepala Seksi Tindak Lanjut Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) menyebut Tingkat kesadaran masyarakat tentang hak perlindungan perempuan dan anak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih rendah.
Hal ini disampaikan Margaritha Mauweni, ST., MM Kepala Seksi Tindak Lanjut Unit Pelaksana Teknis Daerah PPA Provinsi NTT kepada media ini saat berdialog pagi di salah satu Stasiun Radio Republik Indonesi (RRI) Kupang pada Selasa, 24/09/2024.
“Urusan pemberdayaan perempuan dan anak itu sebenarnya sudah di atur dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemeritah Daerah, yakni: kualitas hidup perempuan, perlindungan hak perempuan, kualitas keluarga, sistem data gender dan anak, pemenuhan anak dan perlindungan khusus anak. Dan itu sudah diatur dalam pasal 12,” jelas Margaritha.
Artinya, lanjut Margaritha menjelaskan, PPPA Merupakan salah satu urusan wajib pemerintah non pelayanan dasar.
“Dan UPTD perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi NTT tersebut itu dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 49 Tahun 2022,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Margaritha, UPTD PPA ini berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas P3AP2KB Provinsi NTT yang melaksanakan urusan Pemerintahan dalam bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) dan itu menjadi kewenangan daerah.
“Sehingga tugas PPA itu melaksanakan kegiatan teknis operasional dalam memberikan layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami masalah kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus dan masalah lainnya berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur,” jelasnya lagi.
Untuk saat ini, kata Margaritha, ada 6 isu strategis Perlindungan Perempuan dan Anak di NTT yakni:
1. Tingkat kesadaran masyarakat tentang hak perlindungan perempuan dan anak masih rendah.
2. Masih Belum optimalnya layanan sapa 129
3. Belum optimalnya pengolahan data kekerasan terhadap perempuan dan anak
4. Masih Belum optimalnya pemulihan ekonomi terhadap perempuan korban kekerasan;
5. Masih tingginya jumlah perempuan dan anak yang mengalami tindak kekerasan dan TPPO;
6. Masih belum optimalnya upaya pencegahan dan penanganan buruh migran perempuan non prosedural di Provinsi dan kab/kota.
“Dengan adanya tingkat kesadaran yang rendah terhadap perlindungan perempuan dan anak, menyebabkan tingginya angka kekerasan yang di tangani oleh UPTD PPA dan itu juga berdampak tidak hanya pada kesehatan tetapi mental dan perekonomian keluarga,” ungkap Margaritha Kepala Seksi Tindak Lanjut UPTD PPA Provinsi NTT.
Oleh karena itu, lanjut Margaritha, dari UPTD PPA juga bekerjasama dengan pemerhati perempuan untuk membantu pemulihan ekonomi korban kekerasan terhadap perempuan dengan membantu memberikan modal untuk mendukung pengembangan usaha kecilnya.
“Perempuan korban kekerasan yang ditangani oleh UPTD PPA Pemprov NTT akan mendapatkan pemulihan ekonomi, dan meningkatan kepercayaan diri dari korban,” kata Margaritha. (Gusty)