Spiritnesia.Com, Kefamenanu – Lembaga Anti Kekerasan Masyarakat Sipil Cendana Wangi (Lakmas CW) meminta Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) untuk menghindari dan menghentikan praktek pinjam pakai bendera (pinjam badan perusahaan lain oleh kontraktor, red) dalam pengerjaan berbagai proyek pemerintah di wilayah TTU di Tahun Anggaran (TA) 2022. Jika di proyek TA 2022, Pemda TTU masih mengizinkan kontraktor pinjam pakai bendera perusahaan lain dalam pengerjaan proyek pemerintah, maka Lakmas akan membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
Demikian disampaikan Ketua LAKMAS CW, Victor Manbait dalam rilis tertulis kepada media ini via pesan WhatsApp/WA pada Kamis (03/02/2022), menyorot praktek pengerjaan proyek pembangunan Puskemas Inbate (senilai Rp 6,5 Milyar) dan Puskesmas Mamsena (senilai Rp 3,8 Milyar) serta Jembatan Naen (dengan nilai proyek Rp 16,5 Milyar).
“Pengalaman buruk pengerjaan proyek Puskesmas Inbate, Puskesmas Mamsena yang gunakan bendera perusahaan lain atau dengan Kuasa direktur, sekedar untuk penuhi persyaratan administrasi tender sementara pelaksana proyeknya tidak berkualitas, harus dihindari dalam proyek-proyek Tahun Anggaran 2022 di TTU (Timor Tengah Utara). Jika masih terjadi ya kita bawa persoalan ini ke masalah hukum pemilik proyeknya (panitia PPK, KPA, dan Bupati TTU, red),” tulisnya.
Menurut Viktor Manbait, sistem pinjam pakai ‘bendera’ (perusahaan, red) orang lain atau kuasa direktur, terbukti dalam pelaksanaan berbagai proyek di TTU tidak punya kapasitas finasial dan teknis serta perlatan. Akibatnya, tidak mengherankan jika proyeknya tidak tuntas-tuntas hingga berakhirnya masa kontrak pengerjaan proyek. “Seperti Jembatan Naen, bahkan sampai diperpanjang pun tidak selesai seperti Puskesmas Mamsena. Bahkan proyek menjadi lahan korupsi baik ASN maupun kontraktornya sebagaimana yang terjadi pada Puskesmas Inbate,” bebernya.
Praktek pengerjaan proyek pakai Kuasa Direktur, kata Viktor Manbait, atau pinjam bendera sesungguhnya telah dilarang secara jelas oleh Undang-Undang. “Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Pasal 87 ayat (3) dijelaskan, bahwa Penyediaan Barang/Jasa dilarang mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama berdasarkan kontraknya, dengan melakukan sub kontrak kepada pihak lain, kecuali sebagian pekerjaan utama kepada pengedia barang jasa/ jasa spesialis,” jelasnya.
Terkait hal itu, lanjut Manbait, pihaknya (Lakmas CW) akan ditahun 2022 ini akan mengawal dari awal proses tender berbagai proyek di TTU. Apabila di Tahun Anggaran 2022 ini, masih terjadi praktek tender proyek pemerintah dengan pemenangnya adalah perusahaan dengan sistem pinjam pakai bendera orang lain (atau kuasa direktur, red), Lakmas CW memastikan akan membawa persoalan tersebut, terutama pemilik proyeknya (mulai dari Panita PPK, KPA dan Bupatinya) ke rana hukum.
“Alasanya, dengan memenangkan perusahaan yang memakai (pinjam) bendera/badan usaha atau kuasa direktur, sama saja pemerintah membiarkan dilakukannya penggelapan pajak oleh orang lain yang menikmati hasil dari projek, karena tidak terikat kontrak melalui dikretur boneka atau kuasa direktur,” jelasnya. (SN/Lakmas).
Praktek pembiaran ini yerjadi krn saling menguntungkan para pihak
Maka bila ada kasus semua pihak ditarik utk bertanggung jawab menurut porsinya masing2
Substansi menurut hemat sy…bukan pada pinjam pakai bendera perusahaan lain, tpi pada;
1. lemahnya pengawasan dari konsultan pengawas sebagai perpanjangan tangan pemilik proyek.
2. Keputusan pihak kelompok kerja (pokja) pelelangan/panitia tender yang bisa saja kurang selektif dlm mengevaluasi peserta lelang dan akhirnya memenangkan peserta lelang yang tak penuhi syarat syarat dlm dokumen lelang.
3. Lemahnya kontrol publik sejak awal proses lelang hingga pelaksanaan di lapangan….sebelum terjadi masalah
4. Akibatnya KKN kian subur hingga merugikan para pihak, terlebih pihak negara.
5. Abaikan jika komen sy keliru, apalagi salah.
6. Terimakasih
Maju terus lakmas cw semoga semua berhasil