KPK Diminta Koordinasi Dengan BPK Usut Dugaan Korupsi Dana Rp 10 Milyar di BPBD Sikka

Spiritnesia.Com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi KPK) diminta segera berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) untuk mengusut adanya dugaan korupsi dana penanggulangan bencana senilai Rp 10 Milyar pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sikka Tahun Anggaran (TA) 2021. KPK diminta mengusut aliran dana tersebut dan menangkap para pelaku (terduga koruptor, red).

Demikian disampaikan Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, S.H., MH dalam rilis tertulis yang diterima tim media ini vian pesan WhatsApp/WA pada Senin (07/03/2022).

“KPK dan BPK perlu koordinasi untuk ungkap dan tangkap pelaku ‘jebol’ dana BPBD Sikka Rp 10 Milyar,” tulisnya.

Menurut Petrus Selestinus, temuan BPK tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Tahun 2022, saat dimana Kabupaten Sikka sedang mengalami devisit anggaran akibat pandemi COVID-19 dan bencana alam yang tidak ada hentinya.

“Korupsi di tengah bencana dunia dan rakyat susah akibat bencana yang berkepanjangan dalam sistim hukum positif kita ancaman pidananya adalah hukuman mati, sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (2) UU Tipikor,” jelasnya.

Terkait bantahan Kepala BPBD Sikka, Yohanes Leba bahwa temuan penyimpangan dana BPBD Sikka sebesar Rp 10 Milyar hanyalah masalah kekeliruan administrasi, Petrus Selestinus menegaskan, publik Sikka lebih percaya temuan dan LHP BPK RI, ketimbang klarifikasi Yohanes Laba.

“Alasannya, karena LHP BPK RI merupakan hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan Standar Pemeriksaan yang dituangkan dalam LHP BPK sebagai Keputusan BPK,” beberapa Selestinus.

Advokat PERADI itu berpendapat, bahwa orang yang paling bertanggung jawab terkait dugaan adanya penyelewengan dana tersebut adalah Kepala BPBD Sikka, Yohanes Leba dan Bupati Sikka, Roby Idong selaku Kepala Pemerintahan Kabupaten Sikka sekaligus atasan langsung Yohanes Leba.

“Organisasi BPBD Sikka merupakan unsur pendukung tugas Bupati Sikka dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di bidang penanggulangan bencana. Ia dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada Bupati Sikka, karena itu temuan penyimpangan dana BPBD Sikka Rp 10 Milyar tentu Roby Idong adalah penanggungjawab tertinggi bahkan terdepan,” bebernya.

Karena itu, lanjut Selestinus, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sikka harus lebih dini melakukan tindakan hukum dan tidak boleh menunggu LHP BPK RI yang definitif baru Kejaksaan memulai penyelidikan dan penyidikan. “Kajari Sikka atau Kapolres Sikka sebaiknya dari sekarang memulai suatu penyelidikan dengan memeriksa Bupati Sikka Roby Idong, Kepala BPBD Sikka Yohanes Laba dkk guna dimintai pertanggungjawaban pidana korupsi,” imbuhnya.

Terkait temuan tersebut, Petrus Selestinus juga mengingatkan DPRD Sikka agar tidak boleh berhenti pada sikap mengungkap temuan sementara BPK ini, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Kabupaten Sikka, melainkan harus tindaklanjutinya dengan penggunaan “hak angket,” agar DPRD bisa mengungkap dugaan korupsi dana BPBD.

“Sekaligus sebagai dukungan politik kepada Kejaksaan dan Kepolisian dalam mengungkap dugaan korupsi diduga melibatkan tanggung jawab Bupati Sikka Roby Idong,” tegasnya.

Petrus Selestinus juga meminta partisipasi peran media; baik cetak maupun online untuk mengawasi atau mengontrol kasus temuan LHP BPK tersebut, dan tidak terkecoh dengan pernyataan Kepala BPBD Sikka, Yohanes Leba bahwa itu hanya kekeliruan administrasi.

“Peran pemberitaan  Media lokal di Sikka, ungkap Hasil Audit BPK RI meski disebut-sebut masih bersifat sementara, tetap menjadi sesuatu yang penting dan menunjukkan bahwa dana sebesar Rp 10 Milyar TA 2021 di BPBD Sikka telah dijebol oleh ‘tikus-tikus’ dan saat ini tikus-tikusnya dipastikan mulai mencari kambing hitam dan mencoba berlindung di balik dalih ada kekeliruan administrasi,” ungkapnya.

Menurut Petrus Selestinus, Yohanes Leba seharusnya menyadari bahwa temuan mengenai penjebolan dana BPBD Sikka Rp 10 Milyar tersebut, bukan temuan Inspektorat Kabupaten Sikka yang hasilnya bisa diorder, akan tetapi ini adalah temuan BPK RI yang akan dituangkan dalam LHP BPK RI sebagai Keputusan BPK RI yang sifatnya final.

“Sudah menjadi rahasia umum, bahwa para koruptor selalu berlindung di balik alasan kekeliruan adminsitasi, kemudian merasa diri sedang dikriminalisasi dll. Padahal justru pada alasan kekeliruan administrasi itu, koruptor jadikan sebagai senjata atau modus  bahkan “post factum” untuk mementahkan fakta, guna menyamarkan hasil korupsi, yang pada gilirannya anak buah pegawai kecil selalu dijadikan tumbal sementara Tuannya berleha-leha,” kritiknya. (SN/tim).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *