Spiritnesia.com, Kupang – Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT dinilai ‘tebang pilih’ alias ‘diam membisu’ bahkan dituding melindungi AES, Kepala Desa (Kades) Toobaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dana desa dengan nilai sekitar Rp 5 Miliar sejak Tahun 2015 s.d 2019.
Penilaian dan tudingan itu Penasihat Hukum Badan Perwakilan Desa (BPD) Toobaun, Yulius Teuf, SH melalui Suratnya Nomor: K-018/Au/V/2022, tanggal 5 Juli 2022 yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT.
Berdasarkan surat dari Penasihat Hukum BPD Toobaun, Yulius Teuf, SH yang diperoleh tim media ini, diduga Kepala Desa Toobaun, AES melakukan manipulasi atau melakukan pertanggungjawaban fiktif atas penggunaan Dana Desa Toobaun selama 5 tahun berturut sejak Tahun 2015 hingga Tahun 2019. Total nilai dana desa yang diduga dikorupsi dalam 5 tahun tersebut sekitar Rp 5 Miliar.
“Mengapa pelaku tindak pidana korupsi Dana Desa Toobaun dari tahun 2015-2019 atas nama AES, selaku Kepala Desa Toobaun yang sudah dilaporkan sejak tahun 2020 oleh masyarakat Dusun IV Desa Toobaun ke Kejaksaan Negeri Oelamasi dan pada tahun 2021 dilaporkan lagi oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Toobaun ke Kejati NTT, tetapi sampai dengan saat ini Kejari Oelamasi dan Kejati NTT ‘diam membisu’ alias melindungi pelaku tindak pidana korupsi, ada apa?” tulis Advokat Peradi, Yulius Teuf, SH.
Sikap Kejaksaan yang ‘diam membisu’ itu, lanjut Teuf, menyebabkan masyarakat menduga keras dan mempunyai dugaan yang sangat kuat telah terjadi peristiwa yang sangat memalukan seperti pengakuan Wakil Jaksa Agung RI di Komisi III DPR RI. “Kerugian keuangan negara kurang lebih Rp 5 Miliar tersebut bersumber dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten,” tulis Teuf yang juga pensiunan jaksa.
Karena itu, kata Teuf, DPR RI, DPRD NTT dan DPRD Kabupaten Kupang harus ikut bertanggungjawab dengan mempertanyakan kepada Jaksa Agung. “Apakah Kejaksaan RI ingin melepaskan kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi? Karena masyarakat telah menyampaikan laporan secara resmi disertai dengan bukti-bukti, tetapi Kepala Kejaksaan Tinggi NTT ‘diam membisu’ dan bahkan cenderung melindungi pelaku tindak pidana korupsi,” kritiknya.
Padahal, tulis Teuf, laporan dugaan korupsi tersebut telah dilaporkan ke Kejati NTT sejak Bulan Juli Tahun 2021. “Namun sampai saat ini, Bulan Juli 2022, Kepala Kejaksaan Tinggi NTT tidak pernah mengundang atau tidak pernah memanggil para pelapor untuk dimintai keterangan,” tandasnya.
Jika Kejati NTT, lanjut Teuf, tidak segera melakukan penangkapan dan penahanan (dalam waktu 14 hari/2 minggu) terhadap Kepala Desa (Kades) Toobaun, AES maka pihaknya akan mengadukan langsung kepada Presiden RI, Ketua DPR RI, Menko Polhukam, Komisi III DPR RI, DPRD NTT, DPRD Kabupaten Kupanghun, Jaksa Agung RI dan Jaksa Agung Muda Pengawasan.
Dalam suratnya, Teuf membeberkan dugaan-dugaan korupsi yang diduga melibatkan Kades Toobaun, AES. Dirincikan, pada tahun 2014 diduga terjadi manipulasi dana Desa Anggur Merah sebesar Rp 350 juta, yakni terdiri atas dana anggur merah sebesar Rp 250 Juta dan penggelapan 10 ekor sapi sekitar Rp 100 juta (masing-masing Rp 10 juta).
Dalam surat tersebut, Teuf juga mengungkapkan adanya dugaan manipulasi kegiatan/proyek serta pertanggungjawaban dana desa oleh Kades Toobaun, AES sejak tahun 2015 s/d 2019. Ada puluhan kegiatan yang diduga dimanipulasi dan tidak ada bukti pertanggungjawabannya.
Menurut Teuf, kliennya (BPD Toobaun, red) juga tidak pernah menerima laporan pertanggungjawaban Kades Toobaun, AES. Padahal BPD Toobaun selalu meminta LKPJ itu setiap tahunnya. “Karena Kepala Desa Toobaun dalam melaksanakan pengelolaan keuangan dana desa tertutup dan sembunyi-sembunyi,” ungkapnya.
Hal itu telah diungkapkan masyarakat Dusun IV Desa Toobaun dalam surat yang ditulis tangan, tertanggal 10 Juli 2020 yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Oelamasi. “Kami masyarakat Dusun IV Desa Toobaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, tidak mengetahui tentang pemanfaatan dana desa tahun 2015 s/d 2019 dengan jumlah sekitar Rp 5 Miliar, karena kepada kami tidak disampaikan tentang perencanaan maupun pertanggungjawaban penggunaan dana desa sejak tahun 2015 s/d 2019,” tulis warga.
Surat yang membeberkan puluhan kasus dugaan korupsi berupa manipulasi kegiatan dan pertanggungjawaban fiktif dana desa Toobaun sejak tahun 2014 s/d 2019 tersebut ditembuskan ke Jaksa Agung RI dan jajarannya, Ketua DPR RI, Komisi III DPR RI, DPRD NTT, pimpinan media massa, BPD Toobaun dan masyarakat Toobaun.
Seperti diberitakan sebelumnya, BPD Toobaun melalui Kuasa Hukumnya, Yulius Teuf, SH menyurati Kejati NTT untuk mempertanyakan tindaklanjut laporan dugaan korupsi dana desa Toobaun yang telah dilaporkan kliennya. Dugaan korupsi yang diduga dilakukan oleh Kepala Desa Toobaun, AES telah dilaporkan BPD Toobaun ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Oelamasi dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT sejak tahun tahun 2019. Namun laporan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti oleh penyidik Kejari Oelamasi dan Kejati NTT hingga saat ini. (SN/tim)