Kejari Harus Turut Memeriksa Konsultan Pengawas Proyek Puskesmas Inbate

Spiritnesia.Com, KEFAMENANU – Proses Hukum terhadap para tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan Puskesmas Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Timor Tengah Utara (TTU) harus menyentuh Konsultan Pengawas Proyek (inisial EM alias HA) yang mengawasi jalannya pengerjaan proyek tersebut. Alasannya, karena Konsultan Pengawas dinilai abai dan lalai dalam tugas pengawasannya sehingga menyebabkan negara mengalami kerugian senilai Rp 1,4 Milyar (dari total Rp 6,5 Milyar).

Demikian disampaikan Ketua Lembaga Anti Kekerasan Masyarakat Sipil Cendana Wangi (LAKMAS CW), Viktor Manbait dalam rilis tertulis kepada tim media ini via pesan WhatsApp/WA pada Kamis (10/02/2022).

“Sangat terang dan jelas disini dan fakta serta bukti tentang pengabaian pengawasan yang dilakukan oleh konsultan pengawasnya. Karena yang menyatakan pekerjaan itu dikerjakan sesuai atau tidak dengan kontrak itu konsultan pengawasnya. Lalu mengapa konsultan pengawasnya lepas (tidak diperiksa dan ditahan, red)?” tulisnya.

Menurutnya, seluruh progres pelaksanaan teknis proyek ada dibawah pengawasan penuh konsultan pengawas. Apakah penyedia jasanya melaksanakan pekerjaan sesuai dengan speknya atau tidak, itu diawasi langsung konsultan pengawas di lapangan. Dengan demikian, seharusnya konsultan pengawas turut bertanggungjawab secara hukum.

Menurut Viktor, terjadinya praktek korupsi dalam proyek Puskesmas Inbate, karena Konsultan Pengawas proyek tidak melaksanakan tugasnya secara serius dan maksimal. Karena seandainya tugasnya tersebut dilaksanakan secara baik, maka praktek korupsi terkait proyek Puskesmas Inbate dapat dicegah.

“Temuan penyimpangan konstruksi pada akhir projek bukan disampaikan atas dasar hasil pengawasan konsultan pengawas proyek, jelas ini sudah tidak benar. Ada pembiaran terjadinya penyimpangan oleh konsultan pengawas,” tegasya.

Viktor menjelaskan, seandainya Konsultan Pengawas mengingatkan, baik KPA, PPK, dan terutama menegur kontraktor agar membenahi semua item pekerjaan proyek tersebut, maka penyimpangan pengerjaan proyek langsung dibenahi atau diperbaiki.

Viktor pun berpendapat, bahwa penerapan pasal 7 UU Tipikor ayat (1) dan ayat (2) terhadap para tersangka dalam kasus tersebut tentang perbuatan curang dalam pekerjaan konstruksi, maka dalam kasus Puskesmas Inbate, konsultan pengawas bermasalah dan pantas untuk bertanggung jawab secara hukum.

Pasal 7 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor memuat ancaman pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp350 juta:

a) pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang; 

b) setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (SN01/tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *