Spiritnesia.Com, KUPANG – Diduga PT. Flobamor sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tidak menyetor deviden (laba bersih usaha yang dibagikan berdasarkan besaran prosentase kepemilikan Saham kepada Pemegang Saham, red) kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT pada tahun 2019 dan 2020 sekitar Rp 1,6 Milyar.
Hal itu terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi NTT Tahun 2020 – LHP Atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan, Nomor: 91b/LHP/XIX.KUP/05/2021, tertanggal 17 Mei 2021.
Dalam LHP-nya BPK RI merincikan, pada tahun 2019, PT. Flobamor seharusnya menyetor deviden sebesar Rp 426.701.911 dari laba bersih usaha ke Pemprov NTT. Menurut BPK RI, sesuai besaran saham Pemprov NTT berhak atas pembagian laba bersih usaha PT. Flobamor sebesar 99,69 persen (sesuai prosentase kepemilikan saham, red). Namun deviden tahun 2019 tersebut tidak disetor oleh PT. Flobamor.
Besaran nilai deviden tersebut dihitung oleh BPK RI setelah melakukan koreksi terhadap Laporan Rugi/Laba (koreksi pengakuan rugi, red) PT. Flobamor tahun 2019. Seharusnya PT. Flobamor mendapat laba bersih usaha (sekitar Rp 428 juta, red) pada tahun 2019. Namun manajemen PT. Flobamor melalui Neraca Laba/Rugi melaporkan adanya kerugian sekitar Rp 13 juta pada tahun 2019.
Berdasarkan laba bersih usaha hasil koreksi sesuai perhitungan BPK RI, maka lembaga pemeriksa tersebut menghitung deviden yang menjadi hak Pemprov NTT sebesar Rp 426.701.911 (99,69% dari laba bersih). Sedangkan sisanya (sekitar Rp 1,3 juta, red) menjadi hak Koperasi Praja Mukti sesuai besaran kepemilikan Saham di PT. Flobamor yakni sebesar 0,31%.
Sementara itu tahun 2020, ungkap BPK RI, PT. Flobamor juga mendapat laba bersih usaha sebesar Rp 1.262.340.00 pada tahun 2020. Berdasarkan prosentase kepemilikan saham, maka Pemprov NTT berhak atas deviden sebesar Rp.1.258.426.746 (99,64% dari laba bersih usaha, red).
Namun pada tahun 2020, PT. Flobamor juga tidak menyetor kewajibannya (deviden, red) kepada Pemprov NTT. Dengan demikian, menurut BPK RI, ada tunggakan deviden sebesar Rp 1.685.128.657 (Rp 1,68 M) yang tidak disetor PT. Flobamor ke Pemprov NTT pada tahun 2019 dan 2020.
Tapi anehnya, BPK RI dalam rekomendasi tidak merekomendasikan/mewajibkan PT. Flobamor untuk menyetor deviden tahun 2019 dan 2020 tersebut ke Pemprov NTT. BPK RI menganggap deviden yang tidak disetor sebesar Rp 1,68 Milyar tersebut menjadi penyertaan modal Pemprov NTT ke PT. Flobamor pada tahun 2019 dan 2020.
Padahal, penyertaan modal itu harus diusulkan dan dibahas dalam Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTT. Kemudian, hasil pembahasan tersebut diusulkan untuk ditetapkan/disahkan dalam rapat Paripurna DPRD NTT dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) Penyertaan Modal.
Direktur Utama (Dirut) PT. Flobamor, Adrianus Bokotei yang dikonfirmasi Tim Investigasi Media ini melalui chatting WhatsApp (WA) pada Selasa (19/4/20) malam. Pesan WA tersebut telah dibaca Adrianus pada Pukul 08.34 esok hari. Namun hingga berita ini ditayang,
Adrianus tak memberikan respon. Adrianus kembali dikonfirmasi Pada Kamis (21/3/22) sekitar Pukul 12.48 Wita melalui panggilan WA. Namun Adrianus menolak panggilan WA tersebut. (SN/tim)