Spiritnesia.com, Kupang – Respon cepat laporan masyarakat terkait munculnya seekor buaya di Perairan Mulut Seribu, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA), Nusa Tenggara Timur (NTT), berhasil menangkap dan memindahkan buaya jantan sepanjang 3,97 cm ke kandang penampungan di Kupang.
Demikian informasi yang dihimpun media ini berdasarkan rilis tertulis BBKSDA NTT (Nomor: SP.11/K.5/TU/HMS.3/04/2024) pada Selasa, 09 April 2024, buaya tersebut berhasil direlokasi pada Senin, 08 April 2024 pukul 02:00 WITA dini hari.
Merespons laporan tersebut, pimpinan BBKSDA NTT segera menugaskan Staf Resort Suaka Margasatwa Harlu yang berkedudukan di Desa Daiama, untuk melakukan verifikasi laporan serta assessment kondisi lapangan guna memastikan kebenaran laporan dan penyiapan data dukung untuk dilakukannya operasi penangkapan/ relokasi buaya.
Karena menurut laporan dari Masyarakat bahwa buaya tersebut itu terpantau pada tanggal 7 Maret, 22 Maret, dan 2 april 2024. Dan buaya tersebut sempat menerkam ternak warga berupa kambing, serta meresahkan nelayan baik pencari ikan, budidaya rumput laut budidaya lobster dan mengganggu aktifitas masyarakat lainnya.
Berdasarkan laporan masyarakat, pada tanggal 6 April 2024, anggota Unit Penanganan Satwa BBKSDA NTT ditugaskan bertolak ke lapangan untuk melakukan upaya penanganan. Tim selanjutnya berkordinasi dengan Kepala Desa Daiama serta warga pelapor.
Setelah terlebih dahulu melakukan orientasi lapangan, Tim segera melakukan pemasangan jerat dan observasi malam. Pada hari kedua operasi, Senin dini hari 8 April 2024 antara pukul 02:00 hingga 04.00 Wita seekor buaya jantan sepanjang 3,97 cm berhasil ditangkap dan selanjutnya diproses evakuasi ke kandang penampungan sementara di Kupang untuk proses lebih lanjut.
Menurut pihak BKSDA, interaksi negatif antara satwa liar buaya dengan manusia di NTT cukup tinggi dibanding provinsi lain, pada basis data korban konflik buaya dengan manusia BBKSDA NTT tahun 2023 tercatat 15 (lima belas) warga menjadi korban serangan buaya, 5 (lima) orang diantaranya meninggal.
Kejadian konflik tersebut terbanyak di Pulau Timor 7 kejadian, di Pulau Sumba 6 kejadian serta Flores dan Lembata masing-masing 1 kejadian. Pada tahun 2024 hingga April 2024 terdapat 2 kejadian konflik yang mengakibatkan 1 orang meninggal.
Penyelesaian interaksi negatif ini sebenarnya harus dilakukan dengan memperhatikan akar permasalahan antara lain: perbaikan habitat berupa hutan mangrove yang rusak serta membatasi aktifitas masyarakat pada kawasan yang diperuntukan sebagai habitat satwa. Insiden buaya yang muncul di area publik, dimungkinkan terjadi karena buaya yang mencari habitat baru akibat habitat aslinya yang rusak atau adanya persaingan teritorial yang mengakibatkan individu tertentu harus pindah.
Pada kasus tertentu, buaya juga berinteraksi dengan masyarakat saat mereka melintas untuk pindah atau mencari makan.
Oleh karena itu, ini perlu solusi jangka pendek yang diambil pemerintah, saat terjadi interaksi negatif khususnya pada areal publik atau wilayah yang dekat dengan pemukiman adalah menangkap dan merelokasinya ke tempat tertentu.
Karena sudah cukup banyaknya buaya yang saat ini berada pada penampungan sementara di BBKSDA NTT, dan perlu dilakukan upaya untuk mengubah masalah menjadi peluang misalnya dengan dibangunnya fasilitas lembaga konservasi umum yang antara lain dimanfaatkan untuk wisata.
Diperlukan partisipasi para investor untuk memanfaatkan peluang tersebut dengan dukungan pendampingan proses perizinan oleh BBKSDA NTT.
BBKSDA NTT juga menghimbau masyarakat untuk tidak mengambil langkah sendiri saat terjadinya pertemuan dengan buaya, tidak membuang sisa makanan di laut yang dapat memancing kehadiran buaya serta melaporkan kejadian interaksi negatif buaya melalui Call Center BBKSDA NTT.