Spiritnesia.Com, JAKARTA – Pergerakan Advokat Nusantara (PEREKAT NUSANTARA) menilai tuduhan dan nyinyiran Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Partai Demokrat, Beni Kabur Harman (BKH) terhadap ritual penyatuan tanah dan air dari 34 (tiga puluh empat) Provinsi di Indonesia sebagai ritual sirik dan mistik serta primitif dan sesat merupakan wujud sikap munafik seorang BKH. Alasannya, BKH lahir dan dibesarkan (hingga menjadi Anggota DPR RI) dari dan dalam lingkungan budaya yang lekat dengan ritus dan ritual tradisional.
Demikian disampaikan Koordinator Perekat Nusantara, Petrus Selestinus, S.H., MH dalam rilis tertulis kepada tim media ini pada Kamis (17/03/2022), menanggapi komentar/pernyataan BKH atas ritual penyatuan tanah dan air 34 Provinsi se Indonesia di titik nol IKN di Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur pada Senin 14/3/2022.
“Tuduhan sejumlah pihak termasuk BHK Politisi Demokrat bahwa Prosesi Penyatuan tanah dan air di titik nol di Ibu Kota Negara Nusantara dari 34 Provinsi yang beragam budayanya untuk menyeragamkan budaya yang beraneka ragam adalah tuduhan yang tidak bertanggung jawab dan munafik,” tulisnya.
Menurut Petrus Selestinus, Perekat Nusantara sangat menyayangkan sikap nyinyir BKH tersebut, karena BKH (yang nyinyir) adalah orang yang paham konstitusi dan lahir serta dibesarkan dalam lingkungan budaya yang lekat dengan ritus dan ritual tradisional.
“Nyinyiran tentang Prosesi Penyatuan tanah dan air di IKN Nusantara sebagai perbuatan mistik dan primitif sangat tidak berdasar, karena pembangunan IKN Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua, yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia dari 34 Provinsi berbeda berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” jelasnya.
Lanjut Petrus Selestinus, penyatuan air dan tanah dari 34 Provinsi berbeda dan beragam budayanya, membuktikan Presiden Jokowi tetap mewujudkan komitmennya memajukan Kebudayaan Nasional, sebagai investasi untuk membangun masa depan dan peradaban bangsa, dari keberagaman kebudayaan daerah.
Prosesi Penyatuan tanah dan air di titik nol Ibukota Negara (IKN) menurut Petrus Selestinus, adalah bagian dari sikap pengakuan dan penghormatan serta pelindungan terhadap tradisi budaya bangsa yang beragam, yang diakui dan dihormati sesuai dengan perintah UUD 1945, perintah UU No. 23 Tahun 2014 dan UU No. 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara,” tegasnya.
“Begitu pula dalam pasal 2 huruf c UU No. 3 Tahun 2022, Tentang Ibu Kota Negara di situ ditegaskan bahwa Ibu Kota Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia dari 34 Provinsi berbeda berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” tegasnya.
Petrus Selestinus pun menguraikan, bahwa konstitusionalitas dari Prosesi Ritual Penyatuan tanah dan air di titik nol IKN dapat dibaca dalam beberapa pasal dari UUD 1945.
Pasal 18B ayat (1 dan 2) UUD 1945 : ayat (1) : Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, yang diatur dengan undang-undang.
Ayat (2) : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakt dan prinsip NKRI yang diatur dalam undang-undang.
Pasal 28 i ayat (3) UUD 1945, Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
Pasal 32 ayat (1) : Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Pengaturan lebih lanjut dari UUD 1945 itu dituangkan di dalam UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemda, UU No. 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan dan dalam UU No. 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara.
“Jadi, hadirnya sejumlah Menteri, Ketua MPR dan 34 Gubernur di seluruh Indonesia di Kecamatan Sepaku, Kalimnatan Timur 14/3/2022, membuktikan bahwa Negara mengakui dan menghormati serta melindungi tradisi budaya lokal masing-masing daerah dengan segala perbedaannya,” ungkapnya.
Meski Tradisi Budaya lokal memiliki perbedaan, katanya, namun budaya Indonesia juga memiliki persamaan pada umumnya. Oleh karena itu, maka ritual penyatuan tanah dan air terutama dalam membangun sebuah daerah baru atau rumah baru, selalu diawali dengan prosesi ritual adat istiadat sesuai hukum adat masing-masing daerah.
“Bagi pihak-pihak yang menolak atau keberatan dengan proses ritual penyatuan IKN Nusantara, mereka (termasuk BKH, red) dikategorikan sebagai tidak paham konstitusi, tidak paham prinsip negara hukum dan hukum positif dalam NKRI, mereka adalah para munafikin atau mereka sudah mengalami disrupsi dari akar budayanya sendiri akibat pragmatisme,” kritiknya.
Perlu dicatat, lanjutnya, bahwa pembentukan IKN Nusantara berpijak pada UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang Penataan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi, antara lain ditujukan untuk memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya daerah, berdasarkan pertimbangan “kepentingan strategis nasional”. (SN01/tim)